Bonus Rp1 Miliar Persib Tak Kunjung Cair, Sekda Jabar Akhirnya Buka Suara

Sabtu 28 Jun 2025, 12:14 WIB
Janji Bonus Rp1 Miliar untuk Persib Belum Dibayar? Ini Penjelasan Mengejutkan Sekda Jabar. (Sumber: persib.co.id)

Janji Bonus Rp1 Miliar untuk Persib Belum Dibayar? Ini Penjelasan Mengejutkan Sekda Jabar. (Sumber: persib.co.id)

POSKOTA.CO.ID - Persib Bandung berhasil mengukir prestasi membanggakan dengan menjuarai Liga 1 musim kompetisi 2024/2025. Gelar ini bukan hanya kebanggaan bagi klub dan para pemain, melainkan juga jutaan Bobotoh yang setia mendukung tim Maung Bandung.

Pada momentum euforia pawai kemenangan di Bandung, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berpidato di hadapan publik dan menyatakan komitmennya memberikan bonus sebesar Rp1 miliar sebagai wujud penghargaan pemerintah daerah kepada Persib.

Ucapan tersebut disambut meriah, namun dalam praktiknya, dana yang disalurkan hanya sebesar Rp365 juta. Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menjelaskan bahwa dana itu bersumber dari sumbangan sukarela para Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena bersifat sukarela, kontribusi setiap ASN bergantung pada kesediaan masing-masing individu.

Herman menegaskan, tidak ada unsur paksaan atau kewajiban formal agar dana sukarela terkumpul sesuai jumlah yang semula diumumkan oleh gubernur.

“Kan itu mah sukarela ya, kan saya kira sudah jelas,” ujarnya ketika ditemui di Stadion Si Jalak Harupat, Sabtu (28/6).

Pernyataan Herman kemudian memicu kekecewaan manajemen Persib. Manajer Persib, Umuh Muchtar, secara tegas memutuskan menolak dan mengembalikan dana bonus tersebut.

Baca Juga: Gas Rebut! Kode Redeem FF Gratis Spesial Weekend Sabtu 28 Juni 2025, Klaim Reward Menarik

Penolakan dan Klarifikasi Manajemen Persib

Menurut Umuh Muchtar, keputusan pengembalian bonus diambil untuk menghindari potensi fitnah dan prasangka negatif dari Bobotoh. Manajemen Persib khawatir publik akan berasumsi seolah-olah klub telah menerima total bonus Rp1 miliar sebagaimana dijanjikan, padahal nominal aktual jauh di bawah komitmen.

“Uang yang dijanjikan Rp1 miliar itu Sekda sudah berkoar-koar ke mana-mana dan sudah memberikan uang kadedeuh Rp365 juta. Sudah saya instruksikan kepada staf, saya tolak,” tegas Umuh.

Ia menambahkan, persoalan ini lebih pada soal integritas dan konsistensi janji pemerintah daerah. Apalagi, janji tersebut diucapkan dalam forum publik yang disiarkan secara luas.

Umuh pun mengingatkan Pemprov Jawa Barat agar tidak gegabah dalam membuat pernyataan tanpa mempertimbangkan kesiapan pendanaan.

“Saudara Herman, Sekda Jabar hati-hati ya, uang Rp1 miliar itu ngga susah karena dia menyusahkan diri sendiri. Apa yang sudah dijanjikan, harusnya jangan bicara dulu, nanti dikumpulkan berapa adanya,” imbuhnya.

Langkah Persib menolak dana bonus setengah jalan ini menuai dukungan dari banyak pendukung, yang menilai keputusan klub mencerminkan integritas dan sikap profesional.

Persoalan Etika dan Akuntabilitas Janji Publik

Kontroversi bonus Persib tidak semata soal nominal. Ada aspek etis yang lebih luas. Dalam tata kelola pemerintahan, setiap komitmen atau janji yang diumumkan kepada publik seharusnya didasari perhitungan kemampuan anggaran yang realistis.

Pakar kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Dr. Hendra Kurniawan, menyebut bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting mengenai akuntabilitas komunikasi pejabat publik. Menurutnya, janji yang tidak ditepati akan mencederai kepercayaan masyarakat.

“Apalagi Persib memiliki basis fans yang besar. Janji gubernur akan terus diingat publik. Bila tak bisa dipenuhi, kepercayaan publik bisa menurun,” kata Hendra.

Ia juga menekankan perlunya transparansi sumber dana penghargaan. Jika menggunakan skema sumbangan sukarela ASN, semestinya sejak awal dijelaskan kepada publik bahwa target Rp1 miliar hanya perkiraan, bukan angka mutlak.

Respons ASN Jawa Barat

Di sisi lain, sejumlah ASN Pemprov Jawa Barat juga sempat mempertanyakan mekanisme pengumpulan dana sukarela tersebut. Beberapa di antaranya khawatir sumbangan itu akan dianggap wajib, meski secara formal tidak ada kewajiban.

Namun, Herman Suryatman menekankan bahwa pengumpulan dana benar-benar atas dasar kerelaan. ASN diperbolehkan tidak ikut menyumbang jika merasa keberatan.

“Sukarela artinya berapapun nominal yang disumbangkan pasti diterima, dan tidak ada paksaan,” ujarnya.

Pelajaran bagi Pemerintah Daerah

Kasus bonus Persib menunjukkan pentingnya kehati-hatian pejabat pemerintah dalam berkomunikasi. Janji yang diumbar tanpa kesiapan bisa menjadi boomerang yang mencoreng citra pemerintah daerah.

Praktisi komunikasi politik, Asep Sulaeman, menilai wajar jika publik mempertanyakan komitmen Gubernur Dedi Mulyadi. Menurutnya, publikasi janji miliaran rupiah akan memicu ekspektasi tinggi.

“Kalau ternyata yang diberikan hanya sepertiga dari janji, maka wajar kalau muncul kekecewaan,” jelas Asep.

Ia menyarankan pejabat publik untuk tidak terburu-buru menyampaikan angka tanpa perhitungan.

Baca Juga: Jadwal Pengumuman Mandiri Unesa 2025 SPMB Non Tes Rapor Hari Ini, Cek Link Resminya di Sini

Reputasi Persib dan Bobotoh

Bagi Persib Bandung, penolakan bonus Rp365 juta adalah cara untuk menjaga reputasi klub dan relasi dengan Bobotoh. Manajemen khawatir isu ini akan memecah opini publik.

Umuh Muchtar berulang kali menekankan pentingnya Persib menjaga nama baik klub, apalagi mengingat tim baru saja meraih gelar prestisius.

“Saya takutnya jadi beban dan jadi prasangka dari semua Bobotoh,” kata Umuh.

Persib juga berharap polemik bonus ini segera berakhir agar fokus tim kembali tertuju pada persiapan Piala Presiden 2025.

Pengaruh pada Citra Pemerintah Daerah

Kontroversi bonus Persib seakan menegaskan tantangan pemerintah dalam mengelola persepsi publik. Saat publikasi janji dilakukan secara terbuka, realisasi yang tak sesuai rentan memicu krisis kepercayaan.

Pengamat kebijakan publik menilai, salah satu pelajaran penting kasus ini adalah pentingnya komunikasi strategis berbasis fakta.

Kontroversi bonus Persib Bandung menjadi pengingat bagi pemerintah daerah bahwa setiap pernyataan publik, apalagi yang menyangkut nominal besar, perlu dikalkulasi secara matang. Bagi Persib, keputusan menolak bonus Rp365 juta adalah upaya menjaga reputasi klub dan kepercayaan Bobotoh.

Ke depan, publik tentu berharap hubungan antara pemerintah dan Persib tetap harmonis, dengan komunikasi lebih transparan dan realistis, agar prestasi olahraga tidak ternoda persoalan administratif yang seharusnya bisa diantisipasi sejak awal.


Berita Terkait


News Update