“Saudara Herman, Sekda Jabar hati-hati ya, uang Rp1 miliar itu ngga susah karena dia menyusahkan diri sendiri. Apa yang sudah dijanjikan, harusnya jangan bicara dulu, nanti dikumpulkan berapa adanya,” imbuhnya.
Langkah Persib menolak dana bonus setengah jalan ini menuai dukungan dari banyak pendukung, yang menilai keputusan klub mencerminkan integritas dan sikap profesional.
Persoalan Etika dan Akuntabilitas Janji Publik
Kontroversi bonus Persib tidak semata soal nominal. Ada aspek etis yang lebih luas. Dalam tata kelola pemerintahan, setiap komitmen atau janji yang diumumkan kepada publik seharusnya didasari perhitungan kemampuan anggaran yang realistis.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Dr. Hendra Kurniawan, menyebut bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting mengenai akuntabilitas komunikasi pejabat publik. Menurutnya, janji yang tidak ditepati akan mencederai kepercayaan masyarakat.
“Apalagi Persib memiliki basis fans yang besar. Janji gubernur akan terus diingat publik. Bila tak bisa dipenuhi, kepercayaan publik bisa menurun,” kata Hendra.
Ia juga menekankan perlunya transparansi sumber dana penghargaan. Jika menggunakan skema sumbangan sukarela ASN, semestinya sejak awal dijelaskan kepada publik bahwa target Rp1 miliar hanya perkiraan, bukan angka mutlak.
Respons ASN Jawa Barat
Di sisi lain, sejumlah ASN Pemprov Jawa Barat juga sempat mempertanyakan mekanisme pengumpulan dana sukarela tersebut. Beberapa di antaranya khawatir sumbangan itu akan dianggap wajib, meski secara formal tidak ada kewajiban.
Namun, Herman Suryatman menekankan bahwa pengumpulan dana benar-benar atas dasar kerelaan. ASN diperbolehkan tidak ikut menyumbang jika merasa keberatan.
“Sukarela artinya berapapun nominal yang disumbangkan pasti diterima, dan tidak ada paksaan,” ujarnya.
Pelajaran bagi Pemerintah Daerah
Kasus bonus Persib menunjukkan pentingnya kehati-hatian pejabat pemerintah dalam berkomunikasi. Janji yang diumbar tanpa kesiapan bisa menjadi boomerang yang mencoreng citra pemerintah daerah.
Praktisi komunikasi politik, Asep Sulaeman, menilai wajar jika publik mempertanyakan komitmen Gubernur Dedi Mulyadi. Menurutnya, publikasi janji miliaran rupiah akan memicu ekspektasi tinggi.
“Kalau ternyata yang diberikan hanya sepertiga dari janji, maka wajar kalau muncul kekecewaan,” jelas Asep.