Ia menekankan bahwa senjata nuklir mengancam stabilitas regional, termasuk bagi negara-negara tetangga Iran seperti Gaza, Suriah, Lebanon, Mesir, dan Yordania.
“Indonesia adalah negara yang tidak setuju dengan senjata nuklir. Negara kita ikut menandatangani traktat perjanjian. Sekarang bangsa Indonesia, rakyat Indonesia, gara-gara Iran punya mau punya senjata nuklir, apakah kita tiba-tiba jadi setuju dengan senjata nuklir? Tentu tidak,” katanya.
Monique juga menekankan bahwa serangan Israel bukanlah bentuk agresi untuk mengganti rezim di Iran.
Baca Juga: Kesaksian WNI Ali Murtado Saat Dievakuasi dari Iran, Suasana Mencekam Konflik Timur Tengah
Ia menyatakan bahwa perubahan rezim adalah urusan internal rakyat Iran, namun menyarankan perubahan ideologi yang lebih damai dan tidak anti-Israel.
Sejak Revolusi Islam 1979, menurut Rijkers, propaganda anti-Israel yang disebarkan oleh Iran telah memicu kebencian global terhadap negara Yahudi tersebut.
Ia menyayangkan bahwa negara-negara seperti Indonesia ikut terpengaruh oleh narasi yang menurutnya didorong oleh ideologi rezim Iran.
Monique juga mengkritisi gencatan senjata yang dilakukan tanpa komitmen konkret dari pihak Iran. Ia mencontohkan perjanjian serupa dengan kelompok Houthi di Yaman yang menurutnya gagal mengurangi agresi di Laut Merah.
Baca Juga: Cerita Mahasiswa Indonesia Ungkap Ketegangan saat Dievakuasi dari Iran
Menutup pernyataannya, Rijkers menegaskan bahwa Israel bersedia berdamai dengan siapa pun, termasuk Iran, selama tidak ada lagi ancaman eksistensial.
Ia menyebutkan bahwa sejarah hubungan Israel-Iran sebelum 1979 relatif damai, dan bahkan Iran menjadi salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Israel.
"Israel mau berdamai. Yang penting bukan pergantian rezim, tapi perubahan ideologi. Jangan lagi anti-Israel," ucapnya.