Lonjakan ini menimbulkan efek domino terhadap sektor energi global, khususnya bagi negara-negara pengimpor minyak besar seperti China, India, dan Jepang.
Analis energi global memperkirakan jika penutupan Selat Hormuz berlangsung lebih dari dua minggu, dunia akan mengalami defisit pasokan minyak sekitar 10 juta barel per hari.
Hal ini dapat memicu inflasi energi yang lebih luas, berdampak pada harga bahan bakar, transportasi, dan produksi industri di berbagai negara.
Baca Juga: Apa yang Israel Minta dari Iran Demi Gencatan Senjata?
Reaksi Internasional
Pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa penutupan Selat Hormuz oleh Iran merupakan "tindakan provokatif yang mengancam stabilitas kawasan dan pasar global."
Pentagon juga mengumumkan bahwa Armada Kelima Angkatan Laut AS, yang bermarkas di Bahrain, telah meningkatkan status kesiagaan dan menyiapkan patroli tambahan untuk mengamankan jalur pelayaran internasional.
Sementara itu, negara-negara sekutu AS seperti Inggris, Prancis, dan Australia mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam tindakan Iran dan menyerukan dibukanya kembali jalur pelayaran secepat mungkin.
Di sisi lain, Rusia dan China menunjukkan dukungan diplomatik terhadap Iran.
Keduanya mendesak penyelesaian konflik melalui jalur diplomasi dan memperingatkan agar tidak terjadi intervensi militer lebih lanjut di kawasan Teluk.
Baca Juga: Apa Artinya 'No More War'? Viral Ungkapan Rakyat Amerika yang untuk Presiden Trump
Potensi Krisis Energi Global
Penutupan Selat Hormuz diprediksi menjadi katalis utama krisis energi global jika tidak segera diatasi.
Negara-negara pengimpor minyak yang selama ini sangat bergantung pada jalur ini harus mencari alternatif pasokan yang lebih mahal dan jauh secara geografis.