POSKOTA.CO.ID - Chandra M. Hamzah merupakan salah satu tokoh hukum terkemuka di Indonesia yang dikenal karena integritas dan sikap vokalnya terhadap penegakan hukum yang adil. Ia menempuh pendidikan hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 1995.
Karier awal Chandra dimulai sebagai Asisten Pembela Umum di Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Setelahnya, ia bekerja sebagai Legal Officer di sektor swasta dan berkarier di berbagai firma hukum ternama, seperti Erman Radjaguguk & Associates dan Lubis Ganie Surowidjojo.
Pada tahun 2001, Chandra mendirikan Assegaf Hamzah & Partners, yang kini menjadi salah satu firma hukum papan atas di Indonesia. Reputasinya terus menguat saat ia dipercaya menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007–2011, berkontribusi dalam membentuk budaya antikorupsi yang lebih transparan.
Kini, ia menjadi pengajar dan pendiri Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, lembaga pendidikan hukum progresif yang menekankan pada keadilan dan kepastian hukum.
Baca Juga: Soal tentang Belajar Mandiri di Rumah, Kunci Jawaban Post Test Modul 3 PPG 2025 FPPN 3
Kritik Tajam terhadap UU Tipikor: Sidang MK Jadi Panggung Opini Hukum
Pada Rabu, 18 Juni 2025, Chandra hadir sebagai ahli dalam sidang uji materi UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Mahkamah Konstitusi. Ia menyampaikan pandangan kritis terhadap Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU tersebut, yang menurutnya terlalu luas dan multitafsir.
“Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor, maka penjual pecel lele di trotoar juga dapat dikenakan sanksi tersebut,” ujar Chandra, dikutip dari situs resmi MK.
Pernyataan ini mengejutkan banyak pihak. Ia menjelaskan bahwa berdagang di trotoar merupakan pelanggaran hukum karena menggunakan fasilitas negara tanpa izin. Jika didekati dengan cara berpikir formalistik ekstrem, maka bisa saja dikategorikan sebagai tindakan yang “merugikan keuangan negara”, sebuah unsur penting dalam pasal korupsi.
Analisis: Potensi Bahaya Multitafsir Pasal UU Tipikor
Pasal 2 ayat (1): Kabur dan Rentan Disalahgunakan?
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyatakan:
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana..."
Masalah utama dalam pasal ini adalah frasa “melawan hukum” dan “dapat merugikan keuangan negara” yang menurut banyak ahli hukum terlalu luas cakupannya. Tanpa definisi yang rigid, aparat penegak hukum dapat dengan mudah menarik siapa saja ke dalam jerat pasal ini.