Bukan Sekadar Self-Healing, Begini Cara Menyapa Inner Child Tanpa Drama Berlebihan

Jumat 20 Jun 2025, 13:45 WIB
Inner Child dan Suara yang Terabaikan: Panduan Pulang ke Diri Sendiri dengan Lembut (Sumber: Pinterest/Fabian Moncada)

Inner Child dan Suara yang Terabaikan: Panduan Pulang ke Diri Sendiri dengan Lembut (Sumber: Pinterest/Fabian Moncada)

POSKOTA.CO.ID - Di balik senyum orang dewasa yang tampak kuat dan mandiri, seringkali tersembunyi suara kecil yang lama terbungkam. Suara yang muncul dari bagian diri kita yang dulu kelelahan menjadi “anak baik”, “si kuat”, atau “si pintar”—peran-peran yang mungkin kita mainkan demi cinta dan pengakuan. Inilah yang oleh banyak psikolog disebut sebagai inner child.

Inner child bukan sekadar istilah populer di media sosial. Ia adalah metafora bagi pengalaman emosional masa kecil yang belum sempat kita proses.

Luka yang dulu tidak tersentuh, kini bisa muncul dalam bentuk kecemasan, perfeksionisme, rasa tidak aman, atau ketakutan ditinggalkan.

Baca Juga: Aturan Baru Truk Zero ODOL 2026: Sopir Terjepit, Jalan Rusak, Negara Merugi

Aku Dulu Pikir Aku Kuat…

Melansir dari Instagram @Vibrasi_Syukur Banyak orang merasa bangga dengan kemampuan mereka menahan beban, menekan emosi, dan tetap “produktif”. Tapi seiring waktu, muncul kesadaran bahwa kekuatan itu hanyalah mekanisme bertahan coping mechanism untuk merasa aman. Kita berpura-pura baik-baik saja, bukan karena benar-benar baik, tapi karena tidak tahu cara lain untuk bertahan.

Ketika kita menolak mendengarkan suara hati yang rapuh, kita juga menutup pintu pemulihan. Kita hidup dalam mode bertahan, bukan berkembang. Kita menjadi asing bagi diri sendiri.

Suara yang Tak Pernah Diberi Ruang

Banyak dari kita tumbuh tanpa belajar bagaimana mengenali dan mengekspresikan emosi secara sehat. Kita diajarkan untuk “jangan cengeng”, “harus kuat”, atau “jangan bikin malu”. Akibatnya, emosi-emosi seperti sedih, marah, atau kecewa dianggap lemah dan harus ditekan.

Padahal, emosi tidak pernah salah. Yang salah adalah ketika emosi itu diabaikan atau dipendam terlalu lama. Inner child kita, yang dulu tidak didengarkan, tumbuh menjadi luka yang kita bawa hingga dewasa.

Pertanyaan Kecil, Dampak Besar

Pemulihan tidak selalu dimulai dari terapi yang intens atau buku psikologi tebal. Kadang, langkah pertama adalah pertanyaan sederhana “Gimana rasanya hari ini?”

Saat kita mulai jujur bertanya pada diri sendiri tanpa menghakimi, tanpa tergesa-gesa ada ruang baru yang terbuka. Ruang untuk merasa aman, untuk berkata, “aku capek,” atau “aku sedih,” tanpa perlu memberi alasan.

Kepala menjadi lebih ringan. Hati merasa tidak sendiri.

Afirmasi Positif Bukan Jawaban Tunggal

Banyak buku motivasi menyarankan afirmasi positif: “Aku bahagia”, “Aku cukup”, “Aku hebat”. Namun, bagi mereka yang masih terluka, kata-kata itu bisa terasa hampa karena tidak datang dari ruang kebenaran dalam diri.

Pemulihan bukan tentang memaksa diri merasa bahagia. Tapi tentang menerima bahwa ada luka yang perlu diakui. Tentang berkata, “aku nggak baik-baik aja, dan itu nggak apa-apa.”

Pelan-pelan Tapi Pulang

Pemulihan emosi adalah proses. Tidak ada jalan pintas atau target waktu yang pasti. Seperti pulang ke rumah setelah lama tersesat, kita butuh keberanian dan kelembutan. Kadang kita harus berhenti sejenak, diam, mendengarkan napas sendiri.

Kita tidak harus sempurna untuk layak didengarkan. Tidak perlu sembuh dulu untuk dicintai. Yang kita butuhkan hanyalah satu suara, dari dalam atau luar diri kita, yang berkata:
“Aku dengar. Aku di sini.”

Cara Lembut Berdamai dengan Diri Sendiri

Berikut langkah-langkah sederhana namun penting dalam memulai perjalanan kembali pada diri sendiri:

1. Akui Perasaanmu Tanpa Syarat

Tuliskan di jurnal atau ucapkan pelan: “Aku merasa…”, tanpa harus memberi alasan. Perasaan tidak butuh pembenaran.

2. Buat Ruang Aman di Dalam Diri

Ciptakan momen harian 10 menit saja untuk duduk diam dan menyapa diri. Dengarkan suara hati tanpa interupsi.

3. Kenali Pola Lama yang Menyakiti

Sadari kapan kamu kembali menjadi “anak baik” yang takut menolak, atau “si kuat” yang tak mau meminta bantuan. Itu adalah sinyal dari inner child.

4. Jangan Paksa Cepat Sembuh

Setiap luka punya waktunya sendiri. Jangan ukur kemajuan dengan standar orang lain.

5. Cari Dukungan yang Aman

Jika memungkinkan, temui terapis atau komunitas yang memahami perjalanan penyembuhan batin. Tapi kalau belum siap, mulailah dengan buku, video, atau artikel reflektif seperti ini.

Baca Juga: Cara Klaim Saldo DANA Gratis Ratusan Ribu Setiap Hari Langsung Masuk ke Dompet Digital

Jalan Pulang Itu Ada

Tidak ada yang salah dengan dirimu yang dulu bertahan. Tapi sekarang, kamu berhak untuk lebih dari sekadar bertahan. Kamu berhak merasa, berbicara, dan disembuhkan. Suara kecil di dalam dirimu yang selama ini diam, layak untuk didengar.

Karena pemulihan bukan tujuan akhir ia adalah proses. Dan kamu tidak perlu menunggu sempurna untuk memulainya.

“Pelan-pelan, tapi pulang.”

Buat kamu yang ingin mulai berdamai dengan diri sendiri? Tidak perlu terburu-buru. Cukup hadir, cukup jujur, dan cukup sayang. Itulah bentuk keberanian paling sunyi dan paling kuat.


Berita Terkait


News Update