Konferensi pers pengungkapan sebanyak 189 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan 546 korban yang didominasi anak-anak, di Polda Sumatera Utara. (Sumber: Mabes Polri)

JAKARTA RAYA

Banyak Anak Jadi Korban TPPO, Kriminolog: Ketimpangan Ekonomi dan Lemahnya Kontrol Sosial Jadi Pemicu

Jumat 20 Jun 2025, 20:22 WIB

KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Kriminolog Perempuan dan Anak, Haniva Hasna menyoroti masih maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan korban anak-anak kembali menjadi sorotan.

Salah satunya pengungkapan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri terhadap 189 kasus dan mayoritas korbannya adalah anak-anak dalam enam bulan terakhir.

"Dalam kriminologi, ini masuk ke dalam teori struktural strain atau teori ketegangan sosial. Ketika masyarakat, terutama anak-anak dan remaja dari keluarga miskin, tidak punya akses terhadap sumber daya ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan yang layak, mereka menjadi kelompok rentan yang mudah dimanipulasi oleh pelaku TPPO," ujar Hasna kepada Poskota, Jumat, 20 Juni 2025.

Baca Juga: Bareskrim Polri Ungkap 189 Kasus TPPO, Mayoritas Korban Anak-Anak

Menurut Hasna, anak-anak dan remaja dari kelompok rentan menjadi sasaran empuk sindikat TPPO akibat keterbatasan sumber daya ekonomi, pendidikan, dan peluang kerja.

Ketimpangan sosial juga turut memperparah kondisi, terutama di kota-kota besar, seperti di Jakarta. Kontras antara kemewahan yang dipamerkan dan kemiskinan yang dirasakan menciptakan tekanan besar, terutama pada anak-anak dan remaja.

Selain itu TPPO terhadap anak juga bisa disebabkan oleh tingginy urbanisasi tanpa perlindungan sosial yang memadai.

Baca Juga: Jasad Bayi dengan Tali Pusar Masih Menempel Ditemukan Warga di Pondok Aren Tangsel

Kemudian tekanan keluarga terhadap anak untuk cepat menghasilkan uang. Kemudian juga kurangnya literasi digital dan hukum, membuat anak dan keluarga mudah tertipu rayuan kerja cepat.

“Ini bukan sekadar soal kemiskinan, tapi juga tentang ketimpangan peluang dan lemahnya perlindungan sosial bagi masyarakat kelas bawah,” kata Hasna.

Hasna menilai kasus maraknya anak-anak yang menjadi korban TPPO bukan tanggungjawab dari beberapa pihak saja. Karena secara kriminologis, tanggung jawab berlapis, tapi tanggung jawab utama tetap berada pada negara dan pemerintah.

Baca Juga: Tawuran Pecah di Saharjo Jaksel, Dua Kelompok Remaja Bersajam Saling Serang

Kata dia, Pemerintah bertanggung jawab secara struktural dan sistemik, karena harus menjamin hak anak terlindungi. Dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang TPPO.

"Pemerintah harus menyediakan lapangan kerja yang layak, pendidikan, dan literasi hukum. Harus memastikan adanya sistem deteksi, pelaporan, dan penindakan TPPO yang tegas," kata Hasna.

Kemudian, Hasna mengatakan, keluarga atau orang tua bertanggung jawab secara sosial dan moral. Artinya pihak keluarga jangan sampai lalai atau tergiur tawaran yang “terlalu indah untuk jadi kenyataan”.

Keluarga harus sering melakukan verifikasi dan pengawasan terhadap aktivitas anak. Lalu jangan sampai terlibat secara pasif dalam perdagangan anak, misalnya “mengizinkan” anak pergi kerja tanpa bekal informasi dan pengawasan.

"Namun menyalahkan keluarga sepenuhnya tanpa melihat struktur ketimpangan yang memaksa adalah keliru. Dalam kriminologi kritis, sistem yang melahirkan kerentanan itu sendiri yang harus dikoreksi," ucap Hasna.

Selanjutnya, Hasna mengatakan, untuk meminimalisir kasus TPPO anak ada tiga solusi. Di antaranya, pencegahan primer yaitu dengan edukasi ke anak-anak dan keluarga soal bahaya TPPO dan modus-modusnya.

Kampanye digital dan sekolah yang menjelaskan bahwa tawaran kerja cepat bisa berbahaya. Kemudian pelibatan tokoh masyarakat dan lembaga keagamaan dalam pengawasan anak.

Adapun pencegahan sekunder, kata Hasna, Pemerintah dan LSM harus punya deteksi dini di wilayah miskin dan migran. Serta melakukan pemetaan daerah rawan dan jalur rekrutmen TPPO. Penguatan peran guru, RT/RW, dan puskesos untuk mengenali perubahan perilaku anak. Misal, anak tiba-tiba pergi keluar kota tanpa kejelasan.

"Pencegahan tersier yaitu pendampingan korban yang sudah berhasil diselamatkan, agar tidak menjadi korban ulang. Juga melakukan pemberdayaan ekonomi keluarga korban dan komunitas rentan," ucap Hasna.

Tags:
Bareskrim Polrianak-anakperempuanPerdagangan OrangTPPO

Ali Mansur

Reporter

Wisnu Saputra

Editor