Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Sistem Kelembagaan dan Tata Laksana Kemenpan-RB, Deny Isworo Makirtyo Tusthowardoyo, menekankan bahwa setiap instansi memiliki kebebasan untuk menyesuaikan model fleksibilitas.
"Tidak ada pendekatan satu untuk semua. Instansi diberikan keleluasaan untuk menetapkan model fleksibilitas yang paling tepat, asalkan tetap berorientasi pada kinerja dan akuntabilitas," jelas Deny.
Melalui sosialisasi ini, Kemenpan-RB berharap seluruh instansi pemerintah memiliki pemahaman yang sama tentang prinsip-prinsip fleksibilitas kerja sekaligus menerapkannya sebagai bagian dari transformasi budaya kerja birokrasi.
Pro dan Kontra di Publik
Kebijakan ini menuai beragam tanggapan. Mantan Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Rudianto Suwarwono menyambut positif aturan ini. "WFA lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya," ujarnya.
Di sisi lain, anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin mengingatkan agar kebijakan ini tidak mengorbankan efektivitas pelayanan publik. "Harus dievaluasi berkala," tegas Khozin.
Baca Juga: Kemenpan RB Izinkan ASN WFA dan Jam Kerja Fleksibel
Arah Baru atau Tantangan Baru?
Dengan diterapkannya aturan ini, ASN kini memiliki opsi kerja yang lebih adaptif. Namun, tantangan utamanya adalah memastikan bahwa fleksibilitas tidak mengurangi akuntabilitas dan kualitas layanan. Jika berhasil, kebijakan ini bisa menjadi langkah maju bagi reformasi birokrasi di Indonesia.