Kamar mandi yang seadanya dikhawatirkan jadi sumber penyakit bagi Cambang dan anaknya.
"Saya takut sekali rumah ini roboh. Mau tidur pun rasanya waswas. Kalau sampai ambruk tiba-tiba, saya mau tinggal di mana. Kasihan anak saya juga masih kecil," ucap Cambang.
Meski begitu, bantuan dari pemerintah nyaris tak pernah menyentuh rumah reyotnya. Cambang mengaku saat ini dirinya hanya mendapatkan bantuan sembako dari program BPNT yang datang tiga bulan sekali.
Sedangkan program bedah rumah atau bantuan sekolah bagi anaknya tak kunjung datang.
Istri Cambang diketahui telah meninggal setahun lalu. Hal itu menyisakan luka yang masih membekas di hatinya.
Sementara anaknya yang lain, Mutmainah (16), terpaksa tinggal bersama kakak tertua di tempat terpisah yang tak jauh dari gubuk yang ditinggali Cambang.
Sering Nunggak SPP
Saat ini Mutmainah masih sekolah dan duduk di bangku kelas 2 SMK swasta dengan biaya sekolah yang kerap membuat Cambang kebingungan.
"Kalau anak mau ulangan suka dimintain uang SPP. Saya seringnya belum punya uang, jadi harus ngumpulin dari jual rongsok. Kasihan, kadang dia ngga tega liat bapaknya susah begini," kata Cambang.
Baca Juga: Menko Cak Imin Sebut Judol Sumber Kemiskinan Baru
Ia ingin anak perempuannya sukses, bisa mengangkat derajat keluarga kecil mereka. Namun, kenyataan seringkali tak sejalan dengan harapan.
Uang sekolah kerap menunggak, dan biaya ujian sering jadi masalah. Cambang hanya bisa pasrah, berharap keajaiban datang suatu hari.
Setiap hari, tubuh ringkih Cambang masih dipaksa mengais rezeki dengan mengumpulkan rongsok.