POSKOTA.CO.ID - Pemerintah resmi memberlakukan aturan tegas terkait pemberhentian dan penghentian gaji bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Regulasi ini menjadi babak baru dalam reformasi birokrasi, dengan menetapkan 13 kategori Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tidak lagi berhak menerima penghasilan dari negara, baik gaji pokok maupun tunjangan.
Kebijakan ini diambil untuk meningkatkan akuntabilitas dan profesionalisme ASN dalam memberikan pelayanan publik.
Langkah tegas ini sekaligus menegaskan komitmen negara dalam membersihkan institusi pemerintahan dari oknum yang melanggar aturan atau tidak memenuhi kewajiban sebagai abdi negara.
Baca Juga: Nominal Uang Makan PNS 2026 Resmi Ditetapkan, Ini Rincian per Golongan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menegaskan (Menpan RB), "Aturan ini tidak hanya tentang sanksi, tetapi juga upaya menciptakan tata kelola ASN yang lebih transparan dan berintegritas."
Latar Belakang Kebijakan
PNS selama ini dikenal sebagai profesi yang menjanjikan stabilitas finansial berkat jaminan gaji dan berbagai tunjangan dari negara.
Namun, UU ASN terbaru memperketat aturan dengan mencabut hak finansial tersebut bagi ASN yang melanggar ketentuan, tidak memenuhi syarat, atau terlibat dalam tindakan yang bertentangan dengan nilai pelayanan publik.
"Aturan ini dibuat untuk meningkatkan akuntabilitas dan profesionalisme ASN. Negara tidak akan mentolerir penyimpangan atau ketidakdisiplinan yang merugikan masyarakat," tegas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam rilis resmi.
Baca Juga: Update Terbaru! Besaran Tunjangan Makan PNS 2025 Sesuai Golongan, Berlaku Mulai Bulan Depan
13 Kategori PNS yang Tidak Lagi Berhak atas Gaji dan Tunjangan
Berdasarkan Pasal 58 UU ASN 2023, berikut rincian PNS yang kehilangan hak finansialnya:
- Diangkat sebagai Pejabat Negara
Contoh: Menteri, anggota DPR/DPD, gubernur, bupati/wali kota, atau pejabat tinggi negara lainnya.
- Menjabat di Lembaga Nonstruktural
Seperti komisioner KPU, Bawaslu, Ombudsman, atau lembaga independen di luar struktur pemerintahan.
- Cuti di Luar Tanggungan Negara
PNS yang mengambil cuti tanpa dibiayai negara (misalnya cuti pribadi tanpa gaji).
- Ditahan sebagai Tersangka/Terdakwa Tindak Pidana
Pemberhentian sementara berlaku hingga proses hukum selesai.
- Melanggar Ideologi Pancasila dan UUD 1945
Termasuk tindakan makar atau mendukung gerakan separatisme.
- Meninggal Dunia
Status kepegawaian otomatis berakhir.
- Telah Mencapai Batas Usia Pensiun
Batas pensiun PNS tetap 58 tahun kecuali ada pengecualian khusus.
- Terkena Dampak Restrukturisasi Organisasi
Misalnya akibat pemangkasan jabatan atau efisiensi instansi.
- Ketidakcakapan Jasmani/Rohani
Dibuktikan dengan pemeriksaan medis atau psikologis resmi.
- Kinerja di Bawah Standar
Gagal memenuhi target kerja dalam evaluasi berkelanjutan.
- Pelanggaran Disiplin Berat
Seperti korupsi, pelecehan seksual, atau penyalahgunaan wewenang.
- Dihukum Penjara Minimal 2 Tahun (Tindak Pidana Umum)
Dengan putusan pengadilan yang telah inkracht (berkekuatan hukum tetap).
- Dihukum karena Kejahatan Jabatan
Misalnya gratifikasi, suap, atau penggelapan dana negara.
Baca Juga: Update Terbaru NIP PPPK dan CPNS 2024: Progres Penetapan Hingga Jadwal Pelantikan
Konsekuensi Pemberhentian
PNS dalam kategori poin 5, 11, 12, dan 13 akan diberhentikan tanpa hormat dan dicoret dari daftar ASN. Sementara itu, kategori lain seperti pensiun atau cuti masih memungkinkan pemberhentian dengan hormat.
Dampak dan Respons
Kebijakan ini menuai beragam tanggapan. Asosiasi ASN menyatakan dukungannya sebagai upaya pembersihan oknum nakal, namun menekankan pentingnya proses yang adil. "PNS harus mendapat pembelaan hukum sebelum diputuskan," kata Ketua Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI).
Di sisi lain, pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Dr. Rina Wijayanti, mengingatkan agar evaluasi kinerja dilakukan transparan untuk menghindari penyalahgunaan aturan.
Apa yang Harus Dilakukan PNS?
ASN diimbau memastikan kesesuaian kinerja dan perilaku dengan ketentuan UU. Bagi yang terkena dampak, tersedia mekanisme banding melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dengan aturan ini, pemerintah berharap tercipta ASN yang bersih, profesional, dan berorientasi pada pelayanan publik.