POSKOTA.CO.ID - Dunia kembali waspada terhadap ancaman varian baru Covid-19. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini mengeluarkan peringatan terkait kemunculan varian NB.1.8.1, yang dinamai "Nimbus".
Varian ini telah ditetapkan sebagai Variant Under Monitoring (VUM) setelah menunjukkan peningkatan penyebaran yang signifikan sejak pertengahan April 2025.
Laporan terbaru WHO mengungkapkan bahwa varian Nimbus mulai mendominasi sirkulasi global, menggantikan varian sebelumnya, LP.8.1.
Peningkatan kasus ini memicu kekhawatiran di kalangan ahli epidemiologi, terutama karena varian baru ini membawa mutasi tertentu yang dapat memengaruhi efektivitas kekebalan tubuh.
Baca Juga: Kemenkes Catat 75 Kasus Covid-19 di Indonesia 2025, Bagaimana Situasi Terkini?
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada, meskipun WHO menegaskan bahwa belum ada bukti varian ini menyebabkan penyakit lebih parah.
Namun, karakteristik penyebarannya yang lebih cepat dan kemampuan potensialnya untuk menghindari sistem imun menjadi fokus utama pemantauan global saat ini.
Mengapa Varian Nimbus Menjadi Perhatian?
Varian Nimbus memiliki beberapa mutasi kritis yang memengaruhi respons kekebalan tubuh. Mutasi pada posisi 435 menyebabkan penurunan efektivitas netralisasi antibodi, sementara mutasi di posisi 478 meningkatkan kemampuan virus untuk menghindari sistem imun.
Menurut World Health Network (WHN), varian ini lebih mudah menular dibandingkan varian sebelumnya. Gejala yang dilaporkan meliputi:
- Nyeri tenggorokan parah (digambarkan seperti "disayat silet/razor-blade")
- Lemah dan kelelahan
- Batuk ringan
- Demam
- Nyeri otot
Peningkatan Kasus Global
Hingga 18 Mei 2025, sebanyak 518 sekuens NB.1.8.1 telah diunggah ke GISAID dari 22 negara, mencakup 10,7 persen dari total sekuens global pada Minggu Epidemiologi ke-17 (21-27 April 2025). Angka ini meningkat pesat dari 2,5 persen pada empat minggu sebelumnya.
Wilayah dengan Penyebaran Tertinggi:
- Pasifik Barat (WPR): Meningkat dari 8,9 persen menjadi 11,7 persen
- Amerika (AMR): Naik dari 1,6 persen menjadi 4,9 persen
- Eropa (EUR): Melonjak dari 1,0 persen menjadi 6,0 persen