POSKOTA.CO.ID - Proyek pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun pada era kepemimpinan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) kini menjadi sorotan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mengusut dugaan penyimpangan dalam proyek yang berjalan pada 2019–2022 tersebut, termasuk kemungkinan mark up harga dan ketidaksesuaian spesifikasi dengan kebutuhan pendidikan.
Nadiem akhirnya buka suara menanggapi investigasi ini dalam jumpa pers di Jakarta Selatan, Selasa 10 Juni 2025.
Ia menegaskan bahwa pemilihan Chromebook sebagai perangkat utama dalam proyek tersebut telah melalui kajian mendalam oleh tim Kementerian, dengan mempertimbangkan faktor harga, keamanan, dan kesesuaian untuk pembelajaran.
"Kami harus memastikan proses pembelajaran tidak terhenti di tengah pandemi, dan program ini adalah bagian dari upaya mitigasi risiko," ujar Nadiem.
Baca Juga: Alasan Izin Tambang Nikel PT Gag Tidak Dicabut, Bahlil: Sesuai Arahan Presiden
Namun, pihak Kejagung justru menemukan sejumlah fakta yang bertolak belakang dengan klaim tersebut, termasuk kegagalan uji coba sebelumnya dan ketergantungan Chromebook pada jaringan internet yang belum merata di Indonesia.
Alasan Pemilihan Chromebook
Nadiem menyoroti keunggulan Chromebook, antara lain:
- Harga Lebih Murah: Biaya per unit lebih rendah Rp1,5–2,5 juta dibanding laptop dengan OS berbayar.
- Kontrol Aplikasi: Fitur keamanan memungkinkan pemantauan aplikasi yang diinstal, melindungi siswa dan guru dari konten berbahaya.
- Efisiensi Anggaran: Proyek ini merupakan bagian dari digitalisasi pendidikan selama pandemi COVID-19 untuk mendukung pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Baca Juga: Siapa Pemilik PT Nurham? Izin Tambang Dicabut Pemerintah, Nama Perusahaan Ini Jadi Sorotan
Tuduhan Ketidaksesuaian dan Mark Up
Kejagung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Harli Siregar mengungkap temuan awal:
- Uji Coba Gagal: Pada 2019, uji coba 1.000 unit Chromebook di sekolah dinilai tidak efektif karena ketergantungan pada internet, sementara infrastruktur di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) belum memadai.
- Kebutuhan Dipertanyakan: Proyek serupa pada 2018–2019 juga tidak menunjukkan dampak signifikan.
- Dugaan Mark Up: Lima perusahaan diduga terlibat dalam pengaturan harga yang berpotensi merugikan negara.
Respons Nadiem dan Pembelaan Kuasa Hukum
Nadiem menekankan bahwa proyek ini bertujuan darurat untuk memitigasi krisis pembelajaran selama pandemi. Sementara itu, kuasa hukumnya, Hotman Paris, membantah segala tuduhan pelanggaran:
"Kajian pertama itu dibuat sebelum beliau jadi menteri dan khusus untuk daerah 3T. Tidak ada pelanggaran hukum di situ."
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik spesifikasi Chromebook yang dinilai tidak cocok dengan kondisi Indonesia, terutama di daerah tanpa akses internet stabil. Mereka menduga ada ketidaktransparan dalam proses pengadaan.
Baca Juga: 6 Nama Penting di Balik PT GAG Nikel Raja Ampat, Ahmad Fahrur Rozi dan Siapa Saja Rekannya?
Langkah Selanjutnya
Kejagung masih mendalami dokumen proyek, termasuk kesesuaian anggaran dan manfaat nyata bagi pendidikan. Nadiem berkomitmen kooperatif dengan penyelidikan namun tetap mempertahankan bahwa keputusan pengadaan berlandaskan niatan baik.