Jadi Bahan Pembuat Narkoba, Penjualan Sisik Trenggiling Digagalkan Polisi

Rabu 11 Jun 2025, 15:32 WIB
Jumpa pers kasus penjualan sisik hewan trenggiling untuk bahan baku obat tradisional dan narkoba di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 11 Juni 2025. (Sumber: Poskota/Ali Mansur)

Jumpa pers kasus penjualan sisik hewan trenggiling untuk bahan baku obat tradisional dan narkoba di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 11 Juni 2025. (Sumber: Poskota/Ali Mansur)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menggagalkan penjualan sisik trenggiling yang merupakan satwa dilindungi.

“Penyidik telah melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka. RK selaku pencari dan penyedia sisik terenggiling dan A selaku penjual," kata Direktur Tipidter Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin, Rabu, 11 Juni 2025.

Menurut Nunung, sisik terenggiling memiliki nilai jual sangat tinggi, karena untuk pengobatan tradisional. Namun, sisik hewan ini kerap disalahgunakan sebagai bahan pembuatan narkoba jenis sabu.

"Karena sisik trenggiling ini biasanya digunakan untuk bahan obat tradisional maupun juga bahan narkoba," ujarnya.

Baca Juga: Dalam Sepekan, Polsek Tigaraksa Tangerang Ringkus 5 Pengedar Narkoba

Menurutnya, jaringan narkoba yang memanfaatkan sisik trenggiling tersebut cukup panjang. Ia memastikan, sisik trenggiling kemungkinan digunakan untuk sebagai bahan narkoba itu ada, tetapi pemasok sisik trenggiling belum terungkap.

“Modus operandi yang dilakukan para pelaku adalah memperjualbelikan secara ilegal sisik trenggiling yang dilindungi dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi, tanpa memperhatikan keberlangsungan ekosistem alam dan lingkungan,” ucap dia.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kedua tersangka dikenakan Pasal 40 Ayat 1, huruf F jo Pasal 21 Ayat 2, huruf C Undang-Undang No. 32 tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

"Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar," katanya.


Berita Terkait


News Update