POSKOTA.CO.ID - Pemerintah mengungkapkan sejumlah pulau di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang menjadi lokasi pertambangan nikel.
Daftar pulau tersebut disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dalam konferensi pers di Hotel Pullman, Jakarta, Minggu 8 Juni 2025.
Kawasan Raja Ampat, yang dikenal sebagai salah satu destinasi pariwisata unggulan Indonesia dengan keindahan alam bawah lautnya, juga merupakan “global geopark” yang diakui UNESCO.
Sekitar 97 persen wilayahnya berupa hutan, terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, dan hutan lindung. Namun, aktivitas tambang nikel kini mengancam kelestarian ekosistem unik ini.
Baca Juga: Aktivitas Tambang Nikel di Raja Ampat Ancam Ekosistem, Pemerintah Bakal Tindak Perusahaan Pelanggar
Pulau-Pulau yang Terancam oleh Tambang Nikel
Menteri Hanif menyebutkan, terdapat empat pulau kecil dan satu pulau besar yang terdampak pertambangan nikel.
Beberapa di antaranya bahkan melanggar aturan perlindungan pulau kecil berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil. Berikut rinciannya:
- Pulau Gag: Tambang di Hutan Lindung yang Diizinkan
Pulau Gag, seluas 6.300 hektare, merupakan salah satu lokasi tambang nikel yang dioperasikan oleh PT GAG Nikel (PT GN). Meski berada di kawasan hutan lindung, perusahaan ini termasuk 13 entitas yang dikecualikan dari larangan pertambangan terbuka berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2004.
Hanif menyatakan, “Tingkat pencemaran yang nampak oleh mata hampir tidak terlalu serius. Artinya, kalaupun ada gejala ketidaktaatannya lebih ke minor-minor saja.” Namun, pemerintah akan melakukan kajian lebih mendalam.
- Pulau Kawei: Pelanggaran Izin dan Ancaman Sanksi
Pulau Kawei (4.561 hektare) ditambang oleh PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM). Pemerintah menemukan bahwa aktivitas tambang melebihi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) sebesar 5 hektare.
“Karena ada pelanggarannya, tentu ada potensi dikenakannya penegakan hukum pidana lingkungan hidup,” tegas Hanif.
- Pulau Manuran: Pencemaran Pantai Akibat Kolam Limbah Jebol
Pulau seluas 743 hektare ini dikelola oleh PT Anugerah Surya Pratama (ASP). Akibat jebolnya settling pond (kolam pengendapan limbah), pantai di pulau ini tercemar.
“Ini memang menimbulkan pencemaran lingkungan, kekeruhan pantai yang cukup tinggi, dan ini tentu ada konsekuensi yang harus ditanggungjawabi oleh perusahaan tersebut,” ungkap Hanif.
Baca Juga: 6 Nama Penting di Balik PT GAG Nikel Raja Ampat, Ahmad Fahrur Rozi dan Siapa Saja Rekannya?
- Pulau Waigeo: Kawasan Suaka Alam yang Tidak Boleh Ditambang
Sebagai pulau terbesar di Raja Ampat (3.155 km²), Waigeo berstatus Kawasan Suaka Alam (KSA). Namun, PT ASP ternyata juga beroperasi di sini.
“Kalau berada di Kawasan Suaka Alam, tentu kita ingin persetujuan lingkungannya dicabut karena tidak boleh ada tambang di kawasan ini,” tegas Hanif.
- Pulau Batang Pele dan Manyaifun: Eksplorasi Ilegal di Hutan Lindung
Kedua pulau ini (2.000 hektare dan 21 hektare) merupakan kawasan hutan lindung. PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP) telah memasang 10 titik pengeboran meski hanya memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) tanpa dokumen lingkungan.
“PT MRP bahkan belum memiliki dokumen apa-apa selain IUP. Jadi, baik pinjam pakai maupun persetujuan lingkungannya belum dimiliki,” jelas Hanif.
Baca Juga: Presiden Prabowo Resmi Cabut Izin Usaha Tambang Nikel Raja Ampat, PT GAG Tidak Termasuk
Ancaman terhadap Keanekaragaman Hayati
Raja Ampat adalah rumah bagi habitat koral terbaik di dunia. Menteri Hanif menegaskan, “Secara umum semua pulau ini diliputi-dikelilingi oleh koral yang habitatnya harus kita jaga benar keberadaannya.”
Namun, eksploitasi nikel berisiko merusak ekosistem. “Memang terjadi potensi pencemaran kerusakan lingkungan hidup dan lanskap serta terganggunya biodiversity di Raja Ampat,” ujarnya.
Pemerintah berjanji akan menindak tegas pelanggaran, tetapi langkah konkret masih dinanti untuk menyelamatkan “global geopark” yang menjadi kebanggaan Indonesia ini.