POSKOTA.CO.ID - Kawasan Raja Ampat di Papua Barat Daya dikenal sebagai salah satu permata ekologis Indonesia, bahkan dunia. Lautnya yang biru jernih, gugusan pulau karst yang menakjubkan, serta kekayaan hayati laut yang menjadi rumah bagi lebih dari 1.300 spesies ikan dan 600 jenis karang, membuat wilayah ini dijuluki sebagai “The Last Paradise on Earth.” Namun, sebutan tersebut kini terancam akibat ekspansi industri pertambangan nikel yang tengah berlangsung di wilayah ini.
Masyarakat sipil, aktivis lingkungan, hingga tokoh adat Papua telah menyuarakan penolakan atas keberadaan tambang nikel di Raja Ampat.
Mereka menuntut Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk menghentikan secara permanen kegiatan pertambangan nikel di kawasan tersebut.
Baca Juga: KTP Dicatut untuk Pinjaman Online? Begini Cara Blokir dan Melaporkannya
Desakan Penghentian Tambang: Suara dari Bawah
Desakan masyarakat bukan tanpa alasan. Mereka khawatir bahwa kehadiran industri tambang akan menghancurkan ekosistem yang telah lama dijaga.
Tidak hanya berpotensi merusak terumbu karang, namun juga dapat mencemari perairan, menghancurkan hutan lindung, serta mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat yang bergantung pada alam.
Lebih dari itu, aktivitas tambang berisiko memunculkan bencana ekologis seperti longsor, sedimentasi laut, dan rusaknya biota endemik. Dalam konteks global, kehancuran Raja Ampat juga akan merusak reputasi Indonesia sebagai negara biodiversitas tinggi.
Perusahaan di Balik Operasi: Siapa yang Bertanggung Jawab?
Salah satu perusahaan yang paling disorot dalam isu ini adalah PT GAG Nikel, yang telah beroperasi sejak tahun 2008 dan sepenuhnya diakuisisi oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam). PT GAG Nikel disebut telah mendapatkan izin operasi dari Kementerian ESDM pada tahun 2017.
Namun, menurut laporan dari berbagai sumber, operasi perusahaan tersebut diduga turut menyebabkan perubahan besar terhadap bentang alam Raja Ampat, khususnya di Pulau Gag.
Menteri ESDM saat ini, Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa operasi PT GAG Nikel telah mengikuti prosedur perizinan resmi. Namun pernyataan ini tidak serta merta meredakan keresahan publik, mengingat banyak pihak menganggap bahwa perizinan formal tidak selalu menjamin perlindungan ekologis.
JKW Mahakam dan Dewi Iriana: Kapal dalam Pusaran Polemik
Polemik tambang nikel semakin panas ketika beredar informasi mengenai kapal-kapal yang diduga mengangkut hasil tambang nikel dari kawasan Raja Ampat. Dua nama kapal yang paling banyak disebut adalah JKW Mahakam dan Dewi Iriana.