Inilah budaya bangsa kita yang sudah ada sejak dulu kala. Budaya ini tumbuh dan berkembang karena adanya kebersamaan, adanya kepentingan dan tujuan yang sama. Tentu saja, budaya ini hendaknya tidak hanya sesekali atau muncul setahun sekali, tetapi setiap kali, setiap saat, di mana saja dan kapan saja.
Lebih-lebih di era sekarang ini, saling berbagi kian dibutuhkan, di tengah gelora membangun bangsa dan menyejahterakan rakyatnya secara merata.
Di tengah berbagai upaya mewujudkan swasembada pangan, sekolah gratis hingga ke desa-desa.
Baca Juga: Kopi Pagi: Kian Dibutuhkan Kejujuran
Di sisi lain, tantangan kian beragam dan bertambah kompleks di tengah situasi dunia yang sedang tidak baik- baik saja. Bukan saja di bidang ekonomi, geopolitik, juga kesehatan masyarakat, menyusul kembali mewabahnya Covid-19 yang terdeteksi di sejumlah negara tetangga.
Sejarah membutikan Indonesia berhasil menangani kasus Covid tidak lepas dari peran serta masyarakat di semua lini. Terlihat jelas, budaya tolong menolong, saling berbagi kian teraplikasi dalam kehidupan sehari- hari mulai dari lingkup terkecil, RT/RW. Mulai dari upaya pencegahan, penangan kasus, hingga pemulihan korban. Budaya inilah yang mampu menyekat penyebaran kasus serta mempercepat recovery. Kita tentu berharap budaya saling berbagi tetap tumbuh dan berkembang, meski Hari Raya Kurban telah lewat, Covid telah berlalu.
Mungkinkah itu dapat terapliaksi? Jawabnya kita harus optimis bahwa budaya itu dapat terlaksana dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita pun meyakini budaya saling memberi telah terpatri dalam jati diri bangsa kita sebagai identitas nasional.
Yang diperlukan adalah keteladan, lebih-lebih para pejabat negeri baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebab, di negara manapun keteladanan pemimpin adalah penting untuk memberi motivasi dan bukti. Tentu keteladanan tanpa pamrih, tanpa berharap pujian dan sanjungan. Semuanya dilakukan demi kepentingan rakyat, semata pengabdiannya kepada bangsa dan negara. Pepatah Jawa menyebutkankan "sepi ing pamrih, ramai ing gawe".
Baca Juga: Kopi Pagi: Meluruskan Benang Kusut
Keteladanan sikap saling berbagi hendaknya dilakukan oleh kita semua sebagai pemimpin keluarga. Apa pun statusnya, siapa pun dia, diri kita ini sebenarnya sebagai pemimpin, setidaknya memimpin diri sendiri untuk memberi keteladanan mau mengembangkan sikap saling berbagi.
Dengan mengembangkan sikap saling berbagi akan mendorong rasa persaudaraan dan solidaritas sosial yang tinggi sehingga segala tantangan dan kesulitan yang dihadapi akan semakin ringan, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom "Kopi Pagi" di media ini.
Bukankah meringankan derita orang lain lebih baik ketimbang menambah penderitaan yang efeknya tentu akan menimpa lingkungan kita juga. Sekecil apa pun pemberian tentu akan bermanfaat, sepanjang tepat sasaran, tidak salah alamat. Jangan sampai memberi bantuan kepada orang yang kesulitan, tetapi bantuan jatuh kepada mereka yang berkecukupan.