Epictetus, filsuf Stoik yang berasal dari kalangan budak, menekankan pentingnya melakukan pengembangan diri tanpa harus mengumumkannya kepada dunia.
Dalam ajarannya, Epictetus menyampaikan bahwa jika Anda merasa perlu untuk menunjukkan proses pertumbuhan Anda kepada orang lain, bisa jadi Anda hanya mencari pujian atau validasi.
Pelajaran ini mengajak kita untuk melakukan introspeksi: apakah motivasi kita berkembang berasal dari kebutuhan internal atau sekadar untuk mendapatkan pengakuan?
Menjadi Stoik berarti Anda terus bertumbuh, bukan demi orang lain, tapi demi versi terbaik dari diri sendiri.
Baca Juga: Satu Hal Ini Sering Diremehkan, Padahal Bisa Menghapus Kekhawatiran Hidup Sepenuhnya
3. Lakukan Segalanya Secukupnya: Kunci Mindfulness
Musonius Rufus mengajarkan bahwa "Seseorang yang menjalani hidup Stoik akan makan dan minum dengan perlahan dan penuh kesadaran."
Prinsip ini melampaui urusan makanan; ia adalah ajakan untuk hidup secara mindful.
Mindfulness atau kesadaran penuh adalah inti dari banyak praktik Stoik. Hidup secukupnya berarti Anda tidak berlebihan dalam emosi, konsumsi, atau ekspektasi.
Anda menyadari batasan diri, menikmati apa yang ada di depan mata, dan tidak dikendalikan oleh keinginan yang tidak perlu.
Dengan kesadaran semacam itu, Anda akan lebih mampu membuat keputusan yang bijak dan tidak mudah terbawa oleh situasi.
4. Lebih Banyak Mendengar daripada Berbicara
Zeno dari Citium, pendiri Stoikisme, pernah berkata bahwa manusia diciptakan dengan dua telinga dan satu mulut agar lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.
Mendengarkan dengan seksama adalah bentuk empati dan kekuatan yang jarang dimiliki dalam masyarakat yang penuh dengan kebisingan ini.