JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Penurunan okupansi hotel dan restoran di kuartal pertama tahun 2025 menjadi penyebab utama bakal terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan di sektor perhotelan.
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, okupansi hotel di Jakarta hingga kuartal pertama tahun 2025, turun drastis. Hal ini disampaikan oleh Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta Sutrisno Iwantono.
"Kuartal pertama tahun 2025 ini dibandingkan kuartal pertama tahun 2024 itu mengalami penurunan. Dari responden yang kita wawancarai, itu 90 persen mengatakan mengalami penurunan," ujar Sutrisno, saat dikonfirmasi, Jumat, 30 Mei 2025.
Bahkan, kata Sutrisno, penurunan ini juga terjadi jika dibandingkan dengan kuartal keempat tahun 2024, meskipun dengan persentase yang lebih kecil, yaitu sekitar 10 persen anggota yang melaporkan penurunan.
Baca Juga: Ancaman PHK Hantui Perhotelan di Jakarta, Komisi B DPRD Dorong Pemprov Gali Potensi Wisata
Penurunan okupansi ini berdampak langsung pada sistem produksi hotel dan restoran. Karena permintaan menurun, produksi harus disesuaikan dengan kondisi maka komponen-komponen biaya itu akan menjadi turun.
Di antara komponen biaya itu yang penting adalah tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan sumber biaya yang cukup signifikan. Maka pengurangan tenaga kerja menjadi salah satu langkah yang diambil untuk menyesuaikan biaya operasional," ucap Sutrisno.
Lebih lanjut, Sutrisno mengatakan, salah satu faktor utama yang memperparah kondisi ini adalah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang mulai diterapkan sejak akhir tahun lalu dan berlanjut hingga tahun ini.
Pendapatan hotel yang berasal dari segmen pemerintah mencapai 20-40 persen. Termasuk dari kegiatan meeting, event, dan restoran yang terkait.
"Efisiensi itu sangat berpengaruh. Karena segmen pemerintah itu dari saya katakan kan sekitar 20-40 persen. Jadi kalau itu hilang atau tinggal separuhnya, itu signifikan sekali bagi ekonomi hotelnya," kata Sutrisno.
Sementara itu terkait pendapatan dari segmen wisatawan asing di Jakarta, kata Sutrisno, kontribusinya relatif kecil, bahkan kurang dari 2 persen.