POSKOTA.CO.ID - Di tengah berkembangnya digitalisasi sistem keuangan, masyarakat dihadapkan pada tantangan baru: meningkatnya kejahatan siber dan penipuan finansial.
Salah satu modus yang kini merebak luas adalah skema penipuan berkedok "salah transfer", yang ternyata merupakan bagian dari taktik pinjaman online ilegal.
Modus ini terbilang licik namun efektif, dengan memanfaatkan kelemahan sistem verifikasi dan celah dalam literasi digital masyarakat.
Baca Juga: Saldo Dana Bansos PKH Mei 2025 Bakal Cair ke Rekening, Cek Nama Anda di Sini
Cara Kerja Modus Salah Transfer: Tampak Sederhana, Berujung Jeratan Hukum
Pelaku mengirim dana dalam jumlah tertentu ke rekening seseorang secara acak. Tak lama kemudian, mereka menghubungi korban dan mengklaim bahwa dana tersebut salah transfer.
Dengan alasan etika atau rasa kasihan, banyak korban akhirnya mentransfer kembali dana tersebut.
Namun, korban tidak menyadari bahwa dana itu berasal dari pinjaman online ilegal yang diajukan dengan menggunakan identitas pribadinya.
Ketika korban mengembalikan dana, sistem di balik pinjol ilegal mencatat bahwa transaksi telah berlangsung atas nama korban, menjadikannya debitur sah secara administratif.
Identitas Dicuri, Korban Jadi Peminjam Fiktif
Dalam banyak kasus, data pribadi korban diperoleh pelaku melalui berbagai metode seperti phishing, peretasan data, atau pembelian informasi pribadi di pasar gelap digital. Data ini lalu digunakan untuk mendaftar pinjaman online ke aplikasi ilegal tanpa sepengetahuan korban.
Yang paling mengkhawatirkan, setelah dana dikembalikan, korban mulai menerima tagihan, ancaman dari debt collector, dan bahkan intimidasi melalui telepon, media sosial, hingga surat ke rumah.
Respons OJK dan Aparat Kepolisian
Polda Metro Jaya dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan peringatan resmi kepada masyarakat agar tidak serta merta mengembalikan dana mencurigakan ke pengirim yang tidak dikenal.