Tapi menariknya, semua dampak buruk itu nyaris selalu berakar dari satu hal yakni kurangnya pendampingan. Orang tua tak bisa lagi sekadar melarang, ereka perlu hadir.
"Gim bukan sekadar soal menang atau kalah, hidup atau mati. Ia menyimpan narasi, seni, logika, bahkan empati. Sebagaimana buku dan film, ia bisa menjadi alat pembelajaran yang ampuh jika dimaknai bersama," ujarnya.
Ia menilai ketimbang mengirim anak ke barak militer yang hanya jadi solusi jangka pendek, lebih baik memberi ruang belajar pada orang tua.
"Ruang yang mengajarkan cara menemani anak bermain gim dengan bijak. Yang membantu mereka memahami mana gim yang mendorong kerja sama, kreativitas, dan refleksi dan mana yang sekadar menguras waktu," katanya.
Literasi digital bukan hanya tanggung jawab guru atau pemerintah. Tetapi tanggung jawab bersama yang perlu menjadi perhatian.
"Karena di balik layar yang mereka tatap, anak-anak kita sedang membentuk dunia baru mereka. Bukan tugas kita untuk mematikannya, melainkan membimbingnya agar menyala dengan terang dan arah yang benar," ucapnya.