POSKOTA.CO.ID - Fenomena gagal bayar dalam layanan pinjaman online atau financial technology (fintech lending) telah menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem keuangan digital di Indonesia.
Di balik angka-angka yang tinggi dalam industri pinjol, tersimpan berbagai dinamika antara pemberi pinjaman dan nasabah, khususnya mereka yang tidak mampu membayar kembali pinjaman sesuai tenggat.
Sayangnya, banyak nasabah yang tidak mendapatkan informasi yang jujur dan transparan dari penyedia layanan pinjol.
Alhasil, banyak di antaranya yang terjebak dalam tekanan psikologis, bahkan mengambil keputusan ekstrem seperti meminjam kembali dari layanan lain atau menjual aset secara terburu-buru.
Baca Juga: 7 Weton Pria Paling Setia Menurut Primbon Jawa, Apakah Pasangan Kamu Termasuk?
1. Tidak Semua Pinjol Memiliki Debt Collector (DC) Lapangan
Salah satu taktik penekanan yang digunakan oleh sejumlah penyedia pinjaman online adalah ancaman adanya kunjungan lapangan dari debt collector.
Narasi yang umum disampaikan kepada nasabah adalah bahwa tim penagih akan segera datang ke rumah atau kantor apabila pembayaran tidak segera dilakukan, bahkan meskipun keterlambatan baru terjadi beberapa hari.
Namun, dalam praktiknya, tidak semua pinjol memiliki tenaga penagihan lapangan. Beberapa layanan fintech lending hanya mengandalkan sistem penagihan otomatis melalui pesan teks, email, atau panggilan telepon. Penggunaan istilah “DC lapangan” sering kali bertujuan untuk menimbulkan rasa takut tanpa realisasi nyata.
2. Penagihan oleh Pihak Ketiga Tetap Menjadi Tanggung Jawab Pinjol
Banyak nasabah yang merasa bahwa ketika penagihan dilakukan oleh pihak ketiga, maka hal itu sudah lepas dari tanggung jawab perusahaan pinjol.
Ini adalah persepsi keliru yang acap kali dimanfaatkan oleh penyedia layanan untuk mengelak dari tanggung jawab etis maupun hukum.
Menurut regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), meskipun penagihan dilakukan oleh vendor eksternal atau outsourcing, segala tindakan mereka tetap menjadi tanggung jawab dari penyelenggara pinjaman. Artinya, segala bentuk pelanggaran atau intimidasi tetap bisa dituntut secara hukum terhadap perusahaan pinjol yang bersangkutan.
3. Ancaman Jalur Hukum Tidak Serta-Merta Berarti Pidana
Ketika nasabah mengalami gagal bayar, banyak yang langsung mendapat ancaman akan dilaporkan ke kepolisian atau dijerat kasus hukum.
Fakta sebenarnya adalah, pinjaman antara individu dan lembaga keuangan berbasis teknologi merupakan perikatan perdata, bukan pidana.
Hanya dalam kasus tertentu seperti pemalsuan data atau penipuan sejak awal pengajuan, barulah dapat masuk ke ranah pidana. Namun untuk kasus keterlambatan atau ketidakmampuan membayar, prosedur hukum yang dapat ditempuh adalah gugatan perdata, bukan kriminalisasi.
4. Penghapusan Bunga, Denda, dan Pemutihan Sering Tidak Diumumkan
Salah satu aspek yang sangat jarang dibuka kepada publik adalah soal kemungkinan pemutihan bunga atau penghapusan denda.
Dalam praktiknya, banyak pinjol yang memilih untuk menghentikan proses penagihan ketika suatu pinjaman dianggap tidak lagi efisien untuk ditagih.
Namun, informasi tersebut tidak pernah diumumkan kepada nasabah. Bahkan, pemutihan secara sepihak kadang dilakukan hanya untuk tujuan pencatatan internal perusahaan, bukan sebagai upaya edukasi terhadap konsumen agar lebih memahami kemungkinan-kemungkinan penyelesaian non-represif.
5. Asuransi dan Pelaporan ke SLIK OJK Tidak Selalu Jelas
Beberapa penyedia pinjaman online menyatakan bahwa jika nasabah mengalami kondisi darurat seperti kecelakaan, kehilangan pekerjaan, atau meninggal dunia, maka asuransi bisa mengambil alih.
Namun fakta di lapangan, informasi soal asuransi ini sangat minim dan tidak mudah diakses oleh nasabah.
Lebih dari itu, ancaman bahwa keterlambatan pembayaran akan langsung dilaporkan ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK juga sering dilontarkan.
Padahal tidak semua pinjol memiliki akses dan izin untuk melaporkan data kredit ke SLIK.
Nasabah sebaiknya tidak langsung panik, namun melakukan konfirmasi secara langsung apakah perusahaan pinjol tersebut memang terdaftar dan terhubung dengan sistem OJK.
6. Risiko Gali Lubang Tutup Lubang Sangat Fatal
Kesalahan umum yang dilakukan oleh nasabah galbay adalah mengambil pinjaman baru untuk melunasi pinjaman sebelumnya.
Siklus ini dikenal sebagai praktik gali lubang tutup lubang dan sangat membahayakan kondisi finansial pribadi dalam jangka panjang.
Langkah tersebut biasanya membuat nasabah semakin terjebak dalam beban bunga yang semakin menumpuk, bahkan kehilangan kontrol atas kemampuan bayar secara rasional.
Dalam beberapa kasus ekstrem, nasabah sampai melakukan tindakan kriminal seperti pencurian, penipuan, atau penyalahgunaan dana untuk membayar pinjaman.
Baca Juga: 18 Kode Redeem FF Terbaru Hari Ini 10 Mei 2025, Item Gratis Siap Diambil Sekarang
Langkah Bijak bagi Nasabah Galbay
Sebagai bagian dari edukasi literasi keuangan, penting bagi nasabah galbay untuk menempuh langkah yang rasional dan sesuai hukum, antara lain:
- Mencatat semua pinjaman dan tanggal jatuh tempo.
- Menghubungi pihak pinjol secara langsung untuk negosiasi restrukturisasi.
- Tidak merespons intimidasi dari pihak tidak dikenal.
- Melapor ke Satgas Waspada Investasi atau OJK jika terjadi pelanggaran.
Fenomena pinjaman online memang menawarkan solusi keuangan yang cepat dan praktis, namun risiko di baliknya harus dipahami secara mendalam.
Nasabah yang mengalami gagal bayar tidak boleh dibiarkan dalam kondisi penuh tekanan tanpa pemahaman yang benar mengenai hak-haknya.
Dengan mengenali fakta-fakta yang kerap disembunyikan oleh pinjol, masyarakat bisa lebih tanggap, kritis, dan cerdas dalam mengelola kewajiban finansial, serta terhindar dari tekanan psikologis yang tidak perlu.
Regulasi dan edukasi yang kuat adalah kunci untuk menciptakan ekosistem pinjol yang adil dan bertanggung jawab.