Pro-Kontra Rencana Dedi Mulyadi Kirim Siswa Nakal ke Barak Militer: Solusi atau Masalah Baru?

Selasa 06 Mei 2025, 12:45 WIB
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi tinjau pelatihan disiplin pelajar nakal di Purwakarta. Program akan diperluas untuk remaja dan dewasa bermasalah di berbagai daerah Jawa Barat. (Sumber: Capture Instagram Dedi Mulyadi)

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi tinjau pelatihan disiplin pelajar nakal di Purwakarta. Program akan diperluas untuk remaja dan dewasa bermasalah di berbagai daerah Jawa Barat. (Sumber: Capture Instagram Dedi Mulyadi)

Baca Juga: Menteri HAM Menilai Program Pembinaan Karakter Siswa di Barak Ala Dedi Mulyadi Tidak Langgar HAM

Kekhawatiran Risiko Psikologis

Di sisi lain, Khairul Fahmi dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menilai kebijakan ini berisiko tinggi dari segi psikologis. Ia menegaskan bahwa siswa bermasalah membutuhkan pendekatan pedagogis, bukan militeristik.

"Yang dibutuhkan siswa bukan barak, tapi ruang belajar yang memulihkan. Kalau yang bermasalah adalah sikap, maka pendekatannya harus bersifat pedagogis dan reflektif, bukan koersif,” tegas Fahmi.

Ia juga menyoroti bahwa masalah seperti tawuran, kecanduan game, atau pembangkangan adalah persoalan psikososial yang lebih tepat ditangani dengan pendampingan, bukan penertiban militer.

Senada dengan Fahmi, pengamat pendidikan Cecep Darmawan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menilai kebijakan ini kurang tepat. Menurutnya, penanganan siswa bermasalah harus disesuaikan dengan akar masalahnya, bukan diserahkan ke lembaga lain.

“Anak nakal itu tidak bisa dipukul rata, setiap kasus punya latar belakang berbeda. TNI pun bukan solusi untuk semua jenis masalah," ujarnya.

Cecep menawarkan alternatif berupa Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) yang lebih bersifat edukatif, alih-alih pelatihan militer penuh.

Baca Juga: Rencana Dedi Mulyadi Kirim Orang Dewasa ke Barak Militer, DPR: Tak Semua Masalah Beres oleh Tentara

Polemik yang Belum Usai

Rencana Dedi Mulyadi ini masih terus menuai perdebatan. Di satu sisi, ada urgensi untuk membentuk karakter disiplin pada generasi muda.

Namun di sisi lain, pendekatan militer dinilai berpotensi menimbulkan trauma dan tidak menyelesaikan masalah secara holistik. Apakah kebijakan ini akan benar-benar diterapkan atau direvisi? Publik masih menunggu perkembangan lebih lanjut.


Berita Terkait


News Update