Data biometrik ini diolah menjadi IrisHash, sebuah kode unik yang disimpan di Orb. Worldcoin mengklaim data tersebut tidak dibagikan dan hanya digunakan untuk memverifikasi keunikan pengguna.
Namun, MIT Technology Review (2022) mengungkap bahwa Worldcoin telah mengumpulkan data dari kelompok rentan, termasuk di sejumlah desa di Jawa Barat, dengan iming-iming uang tunai.
Pembekuan oleh Komdigi: Pelanggaran Administratif dan Potensi Risiko
Setelah viralnya imbalan Rp800 ribu untuk pemindaian retina di Bekasi, Komdigi mengambil tindakan tegas. Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) Worldcoin dan WorldID dibekukan sementara.
Alexander Sabar, Dirjen Pengawasan Ruang Digital Komdigi, menjelaskan bahwa PT Terang Bulan Abadi, operator Worldcoin di Indonesia, tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
Sementara itu, TDPSE yang digunakan ternyata atas nama PT Sandina Abadi Nusantara, bukan PT Terang Bulan Abadi.
"Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius," tegas Alexander.
Baca Juga: Di Balik Inovasi World App: Ancaman Privasi yang Memicu Pelarangan Global
Ekspansi Worldcoin di Indonesia dan Strategi Global yang Dipertanyakan
Worldcoin baru resmi meluncur di Indonesia pada Februari 2025, meski telah beroperasi secara diam-diam sebelumnya. Perusahaan ini dikenal dengan strategi agresif dalam menggaet pengguna, termasuk memberikan AirPods di Sudan dan uang tunai di negara-negara berkembang.
Namun, target utama mereka adalah kelompok rentan, yang kerap tidak menyadari risiko penyalahgunaan data biometrik. Dengan pembekuan ini, Komdigi berupaya melindungi masyarakat sambil menunggu klarifikasi resmi dari pihak terkait.
Apa Langkah Selanjutnya?
Komdigi berencana memanggil PT Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi. Sementara itu, masyarakat diimbau waspada terhadap iming-iming hadiah dengan syarat pengumpulan data pribadi, terutama yang bersifat biometrik.
"Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat," pungkas Alexander.
Dengan maraknya isu privasi data dan keamanan digital, kasus World App menjadi pengingat betapa pentingnya regulasi ketat dalam era teknologi yang kian maju.