Kondisi tersebut akhirnya menjawab mengapa mayoritas perempuan, utamanya perempuan menjadi korban pinjol.
Mereka mau tidak mau harus mengambil jalan pintas melalui pinjol yang menawarkan pencairan cepat dengan persyaratan yang mudah.
“Dalam kondisi keterdesakan, ekonomi yang dipilih masyarakat jalan pintas untuk menyambung hidup,” kata Wahyu Kustiningsih.
Baca Juga: Waspada! Ini Konsekuensi Hukum Pinjol Ilegal
Selain itu, setelah terjerat pinjol biasanya perempuan tidak lepas dari adanya pelabelan atau stigma dari masyarakat.
Beberapa stigma yang kerap muncul antara lain dianggap tidak mampu mengelola keuangan dengan baik atau dianggap konsumtif, tukang utang dan lain sebagainya.
“Stigma yang muncul tersebut menjadikan perempuan korban pinjol tertekan hingga bunuh diri karena tidak kuat menahan malu,” ujarnya.
Wahyu Kustiningsih pun menyarankan agar memperkuat literasi digital serta literasi keuangan untuk menekan risiko pinjol ilegal.
Baca Juga: Galbay Pinjol Ilegal, Amankah? Ini Penjelasan Lengkapnya
Kemudian edukasi terkait dampak pinjol yang perlu diperkuat untuk menekan risiko munculnya korban lain.
Tak hanya itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan sebab mayoritas masyarakat terjebak dalam pinjol ilegal.
Harapannya penegak hukum mampu merespon cepat dan berinisiatif melindungi masyarakat korban jeratan pinjol.