POSKOTA.CO.ID - Dosen atau tenaga pengajar di perguruan tinggi Indonesia tidak sekadar mengajar mahasiswa, tetapi juga urusan administratif sebagaimana Beban Kerja Dosen (BKD).
Pada 2025, BKD diharapkan tidak lagi menjadi momok bagi para dosen, terutama dosen honorer. Itu seperti diungkapkan dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Jakarta, Yudril Basith.
"Di tahun baru ini, saya sebagai dosen berharap BKD bisa lebih ringan lagi. Karena tidak dipungkiri urusan administrasi ini banyak menyita waktu dan tenaga, apalagi data yang dilaporkan cukup banyak, kadang harus lembur," kata Yudril saat dihubungi, Rabu, 1 Januari 2025.
Calon doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) itu mengaku optimistis pemerintah akan melakukan perbaikan sistem BKD pada 2025 untuk memudahkan kerja dosen sehingga terhindar dari hambatan teknis.
Baca Juga: Dosen UIN Bandung Tewas dalam Kecelakaan Maut di Tol Cipularang KM 86
Menurutnya, aturan BKD bisa lebih fleksibel, transparan, dan akuntabel, baik terkait kenaikan pangkat atau jabatan fungsional dosen.
"Pemerintah harus berinovasi, mereka punya BRIN ya berdayakan dengan maksimalkan. Saya optimis pemerintahan baru dan menteri ini bisa membawa perbaikin," ucapnya.
Selain itu, Yudril juga berharap birokasi sertifikasi dosen (serdos) dapat disederhanakan. Sertifikasi merupakan sertifikat pendidik yang bertujuan untuk menilai profesionalisme dan kelayakan dosen dalam melaksanakan tugasnya.
Seperti halnya, menurut Yudril, proses serdos juga tidak semudah yang dijanjikan pemerintah. Proses sedos memakan waktu, lalu banyak dokumen yang harus disiapkan, dan pastinya membutuhkan biaya.
Baca Juga: Gara-gara Hina Dosen, Rektor UIN Riau Ditetapkan Tersangka oleh Polda Riau
Belum lagi, kata dia, adanya tunggakan pembayaran Serdos di perguruan tinggi swasta.