Pengamat Transportasi Kritik Wacana Penghapusan Transjakarta Koridor 1 

Minggu 22 Des 2024, 14:29 WIB
Foto udara dan aktivitas penumpang saat akan menaiki bus Transjakarta di Terminal Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (21/7/2024). Pemerintah Pusat melalui PT MRT Jakarta akan merevitalisasi mulai 2024 hingga 2029 yang nantinya akan terintegrasi dengan Stasiun MRT Blok M dengan konsep Transit Oriented Development (TOD).Poskota/Ahmad Tri Hawaari

Foto udara dan aktivitas penumpang saat akan menaiki bus Transjakarta di Terminal Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (21/7/2024). Pemerintah Pusat melalui PT MRT Jakarta akan merevitalisasi mulai 2024 hingga 2029 yang nantinya akan terintegrasi dengan Stasiun MRT Blok M dengan konsep Transit Oriented Development (TOD).Poskota/Ahmad Tri Hawaari

POSKOTA.CO.ID - Pengamat transportasi, Darmaningtyas, menilai wacana Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta untuk meniadakan layanan Transjakarta (TJ) Koridor 1 (Blok M-Kota) tidak tepat. 

Alasan penghapusan dengan tujuan mengurangi tumpang tindih layanan dianggap tidak memahami karakter pelanggan.

"Kalau memahami kondisi atau karakter pelanggan MRT dan TJ tentu tidak akan mengeluarkan pernyataan tersebut," ujar Darmaningtyas, Minggu, 23 Desember 2024.

Karakter Pelanggan Berbeda

Darmaningtyas menjelaskan bahwa pelanggan TJ dan MRT memiliki karakteristik yang berbeda, baik dari segi sosial ekonomi, tarif, maupun pola perjalanan. 

Keberadaan MRT dinilai tidak bisa menggantikan layanan TJ meskipun memiliki rute yang sama.

Dari aspek sosial ekonomi, pelanggan MRT umumnya berasal dari kelas menengah atas, terlihat dari penampilan yang lebih rapi, pakaian bermerek, hingga barang bawaan seperti tas branded. 

Sebaliknya, pelanggan TJ lebih beragam, sering terlihat membawa tas plastik atau kardus.

“Dari aspek social ekonomi, pelanggan MRT memiliki kelas social ekonomi yang lebih tinggi, terlihat dari penampilan fisiknya yang lebih glowing, jenis pakaiannya yang rata-rata bermerk, farfum yang digunakan, maupun tentengan tasnya. Sangat jarang (boleh dikatakan tidak pernah terlihat sama sekali) pelanggan MRT menenteng tas plastik (tas kresek) atau kardus. Tapi terlalu mudah menemukan pelanggan TJ membawa tentengan tas kresek atau kardus,” ungkapnya.

Dari sisi tarif, MRT menerapkan biaya berdasarkan jarak, seperti rute Lebak Bulus-Bundaran HI yang mencapai Rp14.000. 

Sementara itu, tarif TJ hanya Rp3.500, bahkan jika dinaikkan menjadi Rp5.000 pada tahun 2027, tetap jauh lebih murah dibandingkan MRT yang diprediksi bisa mencapai Rp30.000 untuk rute panjang.

"Seandainya pada tahun 2027 nanti tarif TJ naik menjadi Rp 5.000,- akan tetap jauh lebih murah dibandingkan tarif MRT dari Lebak Bulus sampai Kota yang mungkin bisa mencapai Rp30.000. Dengan tarif sebesar itu, jelas tidak mungkin terjangkau oleh pengguna TJ. Tarif itu terjangkau bagi pengguna mobil pribadii," tambah Darmaningtyas.

Fokus ke Pengguna Kendaraan Pribadi

Berita Terkait

News Update