Sementara kita wajib meyakini tidak semua sanjungan itu tulus. Kadang sanjungan yang berlebihan dapat memabukkan, membuat lupa diri, hingga dapat menciptakan kesombongan seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Tak sedikit tokoh hebat dunia tergelincir dari kekuasaannya karena terbuai bujuk rayu, pujian dan sanjungan, lebih-lebih kesombongannya karena merasa dirinya paling hebat, paling kuat, paling banyak pendukungnya, simpatisannya, fansnya.
Yah, paling segalanya. Termasuk merasa yang paling benar.
Sifat “keakuan” diri inilah yang cenderung abai terhadap kondisi riil aspirasi yang sebenarnya karena abai terhadap saran dan masukan yang tidak sejalan atau bertolak belakang dengan dukungan yang muncul di permukaan yang begitu menggurita.
Itulah perlunya sikap bijak atau legowo menerima saran dari siapapun datangnya, termasuk sentilan dari lawan politiknya.
Cermati pesan yang hendak disampaikan, bukan dengan melihat orang yang menyampaikan.
Meski, belum tentu sepenuhnya benar, perlu diterima dengan baik sebagai bentuk kepedulian mengembangkan tatanan demokrasi yang kita anut, demokrasi saling menghargai, bukan saling membenci dan memusuhi. (Azisoko)