Proyek Pembangunan Ibu Kota Negara, Apa Saja Yang Buat Investor Ragu?

Sabtu 26 Mar 2022, 20:00 WIB
Bhima Yudhistira

Bhima Yudhistira

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sejumlah hal membuat investor ragu untuk ikut menanamkan modalnya dalam proyek pembangunan Ibu Kota Negara atau IKN.

Keterangan ini disampaikan Pengamat Ekonomi dari CELIOS Bhima Yudhistira.

Pertama, berkaitan dengan proposal teknis dan proyeksi.

Menurutnya, belum ada kejelasan di mata investor terkait jumlah proyeksi penduduk di IKN. Menurut Bhima Yudhistira, para investor berharap jumlah penduduk yang tinggal di IKN tersebut bisa mencapai 50 juta. Angka tersebut tidak akan bisa tercapai hanya dari jumlah aparatur sipil negara (ASN) dan keluarga mereka.

Kedua, berkaitan dengan situasi dan kondisi makro ekonomi global.

Usai pandemi COVID-19 kemudian dunia kini menghadapi risiko berbeda. Yakni dampak invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini membuat inflasi dan suku bunga pinjaman secara global naik.

“Kemudian juga ada kekhawatiran karena stabilitas dari politik ini yang membuat investor harus mengkalkulasi ulang seluruh portofolio investasinya,” kata Bhima Yudhistira seperti dilansir dari VOA pada Jumat (25/3/2022).

Dia melanjutkan,“Dalam konteks Softbank karena sebelumnya Softbank lebih terkenal pendanaannya ke perusahaan rintisan,dan belum banyak memiliki pengalaman ke infrastruktur sehingga wajar apabila Softbank harus fokus kembali kepapada pendanaan perusahaan rintisan.”

Perhatian para calon investor selain kondisi geo politik global juga risiko kondisi politik di dalam negeri.

Meskipun sudah ada kejelasan hukum berupa Undang-Undang yang sudah disahkan tetapi jika ada perubahan politik maka tidak menutup kemungkinan akan diterbitkan Peraturan Pengganti UU (Perppu) untuk menganulir UU IKN yang sudah disahkan.

“Jadi masih ada risiko politiknya dan diperparah oleh kegaduhan soal perpanjangan masa jabatan Presiden. Kegaduhan ini tidak disukai oleh investor karena menambah tingkat risiko, risiko sosial juga. Jadi kalau ada terpecah pro dan kontra terkait dengan penundaan masa jabatan jadinya situasi iklim investasinya tidak kondusif,” jelasnya.

Sejarah pembangunan infrastruktur baik di Indonesia maupun di negara lain mayoritas memang didanai APBN.

Sumbangan dari swasta atau dengan mekanisme KPBU biasanya hanya mencapai 12 persen dari total pembiayaan.

Lalu apakah ABPN cukup kuat untuk mendanai pembangunan Ibu Kota Nusantara ini?

Menurut Bhima Yudhistira, proyek pembangunan Ibu Kota Negara atau IKN cukup memberatkan ABPN. Apalagi APBN juga memiliki banyak fokus untuk membiayai berbagai rencana pembangunan.

“Belanja untuk infrastruktur bukan hanya IKN tetapi sudah ada infrastruktur yang sudah berjalan dan membutuhkan banyak pembiayaan dari APBN. Salah satunya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Banyak juga bendungan-bendungan yang membutuhkan dana dari APBN. Di sisi lain jika pemerintah memaksa dari dana APBN untuk IKN maka konsekuensinya terhadap pembiayaan bunga utang atau beban utang akan meningkat,” terangnya.

“Sekarang sudah 30 persen dari total penerimaan pajak habis untuk membayar bunga utangnya saja. Di luar dari pokok utang. Jadi kalau diserahkan kepada APBN tentunya bukan pilihan yang rasional,” pungkas Bhima Yudhistira. ***

Berita Terkait

News Update