Bukan ingin mengatakan dia paling berkuasa, tapi nampaknya dominasi Menko Luhut sangat terasa di depan publik. Bisa dibaca, misalnya teriakan dari PDIP beberapa waktu yang mempertanyakan kondisi tersebut.
Bisa dibaca juga, semenjak Jenderal (Purn) Wiranto tidak berada di kabinet, maka keseimbangan di kabinet berkurang, dan Menko Luhut menjadi menonjol, apalagi menteri dari kalangan militer lainnya, yang lumayan senior, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, diresuffle.
Otomatis keseimbangan makin berkurang lagi, meski Prabowo Subianto masuk, dan semua kekuasaan tertinggi di Presiden.
Presiden memang membutuhkan sosok yang berani, dan bisa ambil tindakan tegas, eksekusi mantab. Menko Luhut dalam hal penanganan pendemi Covid-19, boleh dikata juga memiliki nilai positif.
Akan halnya, untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, ini juga terkait dengan Menko Luhut. Artinya, lagi-lagi tak bisa disalahkan kalau Presiden menunjuk dia.
Namun, karena ini negara besar, dan sumber daya manusia di tingkat “tinggi” juga banyak yang mampu, rasanya sistem harus berjalan.
Pada intinya, keputusan Presiden menunjuk siapa pun orangnya, adalah hak prerogatif.
Namun, akan lebih bijak pula untuk kepentingan bangsa dan negara yang sangat berat, kabinet tidak tergantung kepada satu orang.
Ketergantungan jelas tidak menguntungkan. Di sisi lain, sumber daya lain, menteri-menteri lain karena sudah pilihan Presiden, tentunya juga punya kemampuan, tinggal keeprcayaan itu diperlukan dan diberi dukungan. (*)