Perjalanan Panjang Djoko Tjandra, Merepotkan dan Memakan Korban Jenderal

Jumat 31 Jul 2020, 06:25 WIB

JAKARTA – Kasus Djoko Tjandra mencuat sudah lebih dari 20 tahun lalu. Dia diadili dalam kasus  kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Dia awalnya di tingkat pengadilan negeri divonis bebas.

Lantas, kasusnya naik hingga kasasi, dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung (MA). Di tingkat peninjauan kembali itu, Djoko Tjandra divonis bersalah.

Awal petualangan Djoko Tjandra, mencuat setelah berita tentang skandal Bank Bali  pada akhir Juli 1999, Djoko diselidiki oleh polisi dan Kejaksaan Agung. Dia ditahan pada tanggal 29 September 1999 dan kemudian ditempatkan di bawah tahanan rumah.

Djoko Tjandra  diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 9 Februari 2000, didakwa melakukan korupsi karena "mengatur dan terlibat dalam transaksi ilegal".

Jaksa menuntut hukuman 18 bulan, tetapi dia dibebaskan pada 6 Maret 2000, dengan wakil hakim ketua yang memutuskan kasus itu seharusnya sudah disidangkan oleh pengadilan perdata.

 Pada 31 Maret 2000, Pengadilan Tinggi Jakarta memerintahkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memeriksa dan mengadili Djoko.

Djoko Tjandra  kembali ke pengadilan pada April 2000 dan dibebaskan pada 28 Agustus 2000. Hakim mengatakan meskipun dakwaan jaksa penuntut atas tindakan Djoko terbukti secara hukum, tindakan itu bukan merupakan tindak pidana melainkan tindak perdata.

Jaksa mengajukan banding ke Mahkamah Agung, yang menguatkan Djoko tidak bersalah dalam putusan pada tanggal 26 Juni 2001.

Pada Oktober 2008, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung atas pembebasan Djoko.

Sehari sebelum putusan dijatuhkan, Djoko terbang pada 10 Juni 2009 menggunakan pesawat charter dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta ke Port MoresbyPapua Nugini.

Pada 11 Juni 2009, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara dua tahun kepada Djoko Tjandra. Dia kemudian dinyatakan sebagai buron.

Pada bulan Maret 2016, istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran, mengunjungi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan mengajukan permohonan peninjauan kembali atas Pasal 263, Bab 1, Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pada 12 Mei 2016, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permintaannya, mencabut pasal KUHP yang memungkinkan jaksa meminta peninjauan kembali keputusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap.

 Setelah keputusan itu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo saat itu dipanggil ke sebuah pertemuan oleh kepala Menko Polhukam Wiranto (waktu itu), yang menginginkan dia untuk mempelajari rekomendasi untuk membersihkan Djoko dari belitan hukumnya. Prasetyo menolak mengatur amnesti untuk Djoko.

Sempat Masuk Indonesia

Diketahui, Djoko Tjandra sempat berada di Indonesia tanpa terdeteksi aparat penegak hukum dan pihak keimigrasian. Bahkan, dia sempat membuat E-KTP dan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni lalu.

Kemudian, Djoko Tjandra berhasil keluar dari Indonesia menuju Malaysia. Menurut penuturan pengacara, Djoko Tjandra sakit dan berobat di Malaysia.

Ketika itulah, belakangan diketahui beberapa perwira tinggi polisi membantu dia masuk Indonesia. Alhasil, sejumlah perwira tinggi itu dicopot jabatannya. (win)

News Update