Jangan Sampai “Cidro Janji”

Rabu 25 Sep 2019, 07:17 WIB

ADA satu pemandangan menarik ketika berlangsung demo di kawasan gedung DPR, Senayan, Jakarta Selasa (24/09/2019) kemarin. Di tengah massa, ada sekelompok mahasiswa yang berseragam jaket almamater berwarna biru membawa poster bertuliskan “ Cidro janji tega ne koe ngapusi #DPR”. Wartawan Pos Kota ( poskotanewes.com) yang jeli tidak melewatkannya untuk mengangkatnya sebagai salah satu angle dalam liputannya. Tulisan ini, selain mengudang senyum dan tawa, tetapi sejatinya punya makna tersendiri dalam menyampaikan aspirasi. Kritik kreatif. Orang yang melihatnya dapat langsung memahami apa maksud yang hendak disampaikan. Sementara yang dikritik, hendaknya akan tulus menerimanya. Soal yang dikritik benar adanya, cidro janji, itu soal lain. Yang pasti itulah aspirasi yang disampaikan mahasiswa dari sejumlah kalangan dalam menyikapi lahirnya beberapa undang – undang yang dihasilkan DPR, seperti RUU Pertanahan, KUHP dan Pemasyarakatan serta UU KPK yang baru hasil revisi. Lagu “Cidro janji” merupakan judul lagu yang lagi populer di semua kalangan, termasuk kaum milenial. Cidro janji yang bermakna “ingkar janji” ini merupakan judul lagu campur sari ciptaan Kuncung Majasem yang dinyanyikan penyanji kondang Didi Kempot. Merunut pada lirik lagu, mengisahkan seorang kekasih yang mblenjani janji alias mengingkari janji. Sebelum pergi janji setia, sumpah setia, tetapi ditunggu- tunggu, hari berganti hari, bulan berganti bulan belum juga datang. (Baca: Ambyar, Mahasiswa sebut DPR ‘Cidro’ Janji) Yang ditinggal sabar menunggu, yang pergi malah ingkar janji. Di sana (tempat baru) malah mencari kekasih yang baru. Tak ubahnya dalam kehidupan berpolitik dikenal istilah janji politik yang lazimnya dilakukan para calon anggota legislatif atau calon kepala daerah dalam gelaran pilkada atau pemilu. Janji kampanye bertujuan meraih simpati rakyat agar terpilih sebagai anggota legislatif atau kepala daerah. Dikatakan ingkar janji, jika setelah terpilih lupa akan sebagian atau seluruh janji kampanye. Memang cukup beragam janji kampanye. Begitu pun jumlahnya bisa belasan atau puluhan janji yang sudah ditebar. Karenanya lebih baik sedikit janji, tapi ditepati, ketimbang banyak janji tapi tidak ditepati. Tentu, akan lebih baik lagi banyak janji kalau semuanya ditepati. Dalam dunia politik, memang tak ada aturan baku yang memberikan sanksi bagi politikus dan pejabat yang ingkar janji. Meski begitu rakyat dengan mudah dapat melihat, mengevaluasi sejauh mana janji sudah dan belum ditepati. Merujuk kepada masa tugas anggota DPR pusat yang tinggal beberapa hari lagi, tentunya tidak cukup waktu untuk menuntaskan janji yang belum terpenuhi. Tetapi setidaknya, bagi petahana atau anggota dewan yang baru, hendaknya tidak melupakan janji memperjuangkan aspirasi rakyat yang telah memilihnya. Memperjuangkan bukan sebatas menyerap, tetapi mewujudkannya dalam sebuah produk undang – undang yang melindungi dan membela kepentingan rakyat. Semoga kalau ada “cidro janji “ terhadap aspirasi, cukup sampai di sini. Besok tak ada lagi. (*).

News Update