Trie Utami, Ingin Lestarikan Ronggeng

Kamis 11 Apr 2019, 01:59 WIB

PERJALANAN hidup artis serba bisa Trie Utami tak bisa dipisahkan dari seni. Menginjak usia kepala lima, penyanyi bersuara lantang ini tetap mengisi hari-harinya di dunia seni. Kini ia merambah ke kesenian tradisional, bahkan bangga saat menerima tawaran sebagai penari topeng ‘Srintil’. Trie Utami sudah malang melintang di dunia hiburan Tanah Air. Sejak kecil bakat seni Iie, sapaan Trie Utami, sudah terasah seperti juga kedua kakaknya, Purwacaraka (misisi) dan Thea Ika Ratna. Wanita kelahiran Bandung 8 Januari 1968 dari pasangan Kolonel H. Soejono Atmotenojo dan Hj. Soejami Oesoep itu menggeluti dunia nyanyi sejak bocah. Namanya melejit ketika ia menjadi vokalis grup Krakatau pada 1986 yang menelurkan beberapa album. Selain itu beberapa album solo Iie juga kerap menduduki tangga teratas di sejumlah radio. Ia juga kerap menyabet gelar juara dalam beberapa festival. Kini, di usia 51 tahun Iie eksis menggeluti kesenian dengan menggembangkan kesenian tradisional Indonesia. Ia bangga menerima tawaran sebagai penari memerankan tokoh Srintil dalam pementasan musikal monolog 'Tembang Duka Seorang Ronggeng'. "Saya ingin sekali mengembangkan kesenian tradisional, seni ronggeng dahulu sangat populer, tapi sekarang perlahan mulai meredup karena ada stigma negatif bahwa penyanyi ronggeng itu sekedar pemuas nafsu laki-laki. Padahal kita di sini memaknainya berbeda bagaimana Srintil yang merupakan perempuan tangguh yang bisa mengurus anak dan mencari nafkah," tutur Trie Utami, saat ditemui di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. SAMPAIKAN PESAN Ia mengungkapkan beberapa poin yang ingin disampaikan melalui pementasan tersebut. Pertama yang diungkap melalui pementasan 'Srintil Tembang Duka Seorang Ronggeng' ialah kesenian ronggeng dianggap sudah tidak ada. "Pertama dari kaca mata saya bahwa ronggeng ini sekarang ini sudah dianggap nggak ada. Tapi kalau kita masuk di lapangannya atau daerah itu masih ada. Walaupun berkembang menjadi Lengger dan lain-lain, ini dilihat dari budaya," ucap Trie Utami. Poin berikutnya melalui kajian psikologi, Srintil memiliki kompleksitas sebagai perempuan penari ronggeng. Pementasan tersebut ingin memotret tokoh Srintil yang tidak bisa menghindar dari garis hidupnya. Naskah ini tidak bercerita secara utuh Ronggeng Dukuh Paruknya tapi justru ingin memotret Srintil sebagai seorang perempuan yang tidak bisa menghindar dari garis hidupnya sebagai seorang ronggeng. “Ketika masuk dia juga tidak bisa menghindari proses menjadi seorang ronggeng kemudian dia ditinggalkan dan lain-lain hingga dia tua, dia ingin menceritakan bahwa sebetulnya dari sisi seorang ronggeng ada sisi yang juga harus dilihat orang, bahwa ada konflik kompleksitas seorang perempuan,"ungkap pelantun 'Keraguan'. Ia bertekad ingin melestarikan kesenian dan kebudayaan tradisional Indonesia dengan terus mensosialisasikan kesenian tradisional agar kegiatannya tersebut terus menginspirasi. "Saya ingin generasi milenial saat ini mengenal kesenian tradisional khususnya tari ronggeng ya, sehingga kesenian ini tidak punah,"paparnya. Trie Utami menyesalkan jika ada masyarakat yang baru membela mati-matian kesenian dan budaya Indonesia, saat diklaim oleh Malaysia ataupun ngara lain. "Jangan sampai kayak batik ya, begitu diklaim sama negara lain, lalu kita ramai membelanya, mencintainya dan mempopulerkannya dengan adanya 'Hari Batik Nasional. Nah, saya ingin kesenian tradisional kita terus dimajukan dan dilestarikan sehingga tidak ada yang berani mengklaim," jelasnya. Trie Utami melakukan latihan khusus untuk memerankan tokoh Srintil dengan melakukan riset langsung ke daerah pedalaman wilayang pegunungan di Banyumas, Jawa Tengah. Srintil merupakan tokoh dalam cerita novel Ronggeng Dukuh Paruk yang ditulis Ahmad Tohari pada tahun 1982. Sutradara dalam pementasan ini ialah Iswadi Pratama dan akan dipentaskan pada 27-28 April 2019 di Teater Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. (mia/ird)


News Update