JAKARTA - Kementerian Agama tidak semestinya mengeluarkan rekomendasi 200 nama penceramah (mubaligh) yang dinilai layak untuk berceramah di Indonesia. Ada banyak keganjilan dalam rekomendasi tersebut. Selain jumlah yang sangat sedikit dibanding jumlah penduduk muslim Indonesia, tiga indikator penentunya pun masih potensial dipertanyakan. "Misalnya, indikator pertama adalah memiliki kompetensi tinggi kepada ajaran agama Islam. Yang menguji ini siapa? Apakah ada seleksinya? Jangan sampai ada yang mengatakan bahwa ada ulama yang ilmunya jauh lebih tinggi dari Pak Lukman Hakim Saifuddin, Menag kita, tetapi namanya tidak masuk dalam daftar itu," kata Wakil Sekjen DPP PAN Saleh Partaonan Daulay, Sabtu (19/5/2018) Indikator kedua tentang pengalaman dan indikator ketiga tentang komitmen kebangsaan dinilai sangat relatif. Apakah orang yang sering ceramah sudah dianggap berpengalaman sekaligus memiliki komitmen kebangsaan? Apa tolok-ukur untuk menentukan seseorang memiliki komitmen kebangsaan? Ini perlu penjelasan lebih lanjut dari kementerian agama. Selain itu, Rekomendasi terhadap 200 nama muballigh itu dinilai hanya sekedar menarik perhatian saja. Sementara, target dan sasaran dari dikeluarkannya rekomendasi itu tidak jelas. Bahkan sepintas terlihat hanya sekedar mengambil perhatian di tengah dinamika sosial kebangsaan yang ada saat ini. "Rekomendasi ini pun dipastikan tidak efektif. Apalagi, Kemenag mengatakan bahwa jumlahnya masih bisa bertambah dan masyarakat masih tetap boleh memilih penceramah yang diminati di luar yang ada di dalam daftar. Lalu kalau demikian, lanjutnya,, rekomendasi itu untuk apa? Sekali lagi, tidak jelas. Malah pada titik tertentu, bisa mendegradasi peran da’i-da’i yang banyak bertugas di pelosok tanah air. “Padahal, mereka bertugas dengan ikhlas walau tidak masuk dalam daftar rekomendasi itu," katanya. Saleh menilai, Kementerian Agama dinilai berlebihan karena merekomendasikan nama-nama penceramah yang mereka nilai layak. Walau dengan cara yang agak samar, keuarnya rekomendasi ini dapat dikatakan sebagai intervensi pemerintah kepada wilayah private. Pemerintah di negara demokrasi tidak semestinya melakukan hal itu. "Tugas pemerintah adalah menyiapkan kebutuhan dasar masyarakat seperti sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain,” ujar Saleh. Kalau yang berkaitan dengan keyakinan keagamaan, sudah semestinya dikembalikan kepada masyarakat itu sendiri. “Pemerintah hanya bertugas menyiapkan fasiltas seperti rumah ibadah dan regulasi yang mengatur hubungan antar dan intra umat beragama," katanya. (rizal/win)

DPR: Rekomendasi 200 Mubaligh dari Pemerintah Banyak Keganjilan
Sabtu 19 Mei 2018, 15:14 WIB

Editor
[email protected] Follow Poskota
Cek berita dan informasi menarik lainnya di Google News sekaligus ikuti WhatsApp Channel POSKOTA untuk update artikel pilihan dan breaking news setiap hari.
News Update

5 Industri Masa Depan yang Bisa Bikin Kaya Raya Menurut Timothy Ronald
Senin 04 Agu 2025, 21:43 WIB
JAKARTA RAYA
Suka Duka Pedagang Bendera di Bekasi, Didi Tinggalkan Cirebon dengan Membawa Harapan
04 Agu 2025, 21:32 WIB

Nasional
Telkom Tingkatkan Pemanfaatan Energi Terbarukan, Perkuat Langkah Menuju Net Zero Emissions
04 Agu 2025, 21:30 WIB


Nasional
Resmi Buka UMK Digital Fest 2025, Telkom Pacu Semangat Go Digital untuk UMKM
04 Agu 2025, 21:08 WIB



JAKARTA RAYA
Polisi Tetapkan Penumpang Lion Air Berteriak Bawa Bom sebagai Tersangka
04 Agu 2025, 20:25 WIB

JAKARTA RAYA
Pengibaran Bendera One Piece Marak, Polisi dan Satpol PP Pantau Warga Jakpus
04 Agu 2025, 20:23 WIB


JAKARTA RAYA
Pengamat Nilai Wali Kota Bekasi Tak Paham Kewajiban Sediakan Angkutan Umum
04 Agu 2025, 20:09 WIB


TEKNO
Infinix GT 30 Segera Hadir Pekan Depan dengan Chipset Dimensity 7400 dan Fitur Gaming Unggulan
04 Agu 2025, 19:56 WIB


JAKARTA RAYA
Bendera One Piece Terpasang di GOR Laga Satria Bogor, Begini Kata Dispora
04 Agu 2025, 19:45 WIB


HIBURAN
Erika Carlina Tolak Kunjungan DJ Panda Usai Melahirkan, DJ Bravy Ungkap Alasan di Baliknya
04 Agu 2025, 19:41 WIB

