Mustofa menjelaskan, pelaku kerap membelanjakan uang palsu di warung-warung kecil agar tidak diperiksa secara detail.
“Kalau orang beli BBM itu kan cepat, bayar langsung jalan, harapannya seperti itu. Mereka menyisir warung-warung kecil karena jarang teliti,” jelas Mustofa.
Ia mengatakan pelaku biasanya membeli barang murah menggunakan pecahan besar untuk mendapatkan kembalian uang asli.
“Atau kalau dia menggunakan Rp50.000, pasti dia belanja hanya Rp10.000 atau Rp20.000 dengan harapan dapat kembalian Rp30.000,” katanya.
Hingga kini, polisi telah memeriksa empat saksi termasuk korban yang sempat menerima uang palsu tersebut. Dari pemeriksaan awal, aktivitas pencetakan berlangsung sejak Oktober 2025, dengan estimasi total uang palsu yang dicetak mencapai Rp20 juta.
Baca Juga: Terima Uang Palsu dari Lansia, Pedagang Pasar Patra Bingung Wajah Tokoh Tidak Ada
Namun, Mustofa menilai pengakuan pelaku tidak sesuai dengan barang bukti.
“Menurut pengakuan tersangka Rp20 juta, tapi barang bukti yang kita amankan sudah Rp19.700.000 untuk pecahan Rp100.000 saja, sementara Rp50.000 itu Rp1.800.000. Jadi ada selisih, padahal dia sudah mengedarkan,” bebernya.
Dalam kasus tersebut, pihaknya akan berkoordinasi dengan ahli dari Bank Indonesia untuk meneliti keaslian dan kualitas uang palsu yang dibuat pelaku.
“Kami akan berkoordinasi dengan saksi ahli Bank Indonesia berkaitan untuk meneliti keabsahan ataupun keaslian uang yang dicetak oleh tersangka dan diedarkan oleh rekan tersangka,” tuturnya. (cr-3)
