Menurut Ari, keputusannya untuk tinggal di wilayah tersebut bersifat sementara. Sebab, lokasi kontrakan yang dekat dengan tempat kerja menjadi pertimbangan utama.
“Untuk sementara saja, karena aksesnya dekat. Nanti ke depannya cari yang lebih baik lagi,” kata Ari.
Ari berharap kepada Pemda Jakarta agar dapat menangani permasalahan rob ini dari hulunya.
“Airnya kan dari laut. Mungkin antisipasi jalan itu kayak mengalang di sana. Dari hulunya dibenerin biar sini aman,” katanya.
Berbeda dengan Ari, Sudiarjo warga lama di kawasan itu justru memandang rob sebagai bagian dari kehidupannya sehari-hari.
Sidoarjo, yang bekerja sebagai pedagang ikan, menuturkan bahwa rumahnya telah beberapa kali ia tinggikan untuk mengimbangi kenaikan permukaan air laut.
Baca Juga: Kapan Puncak Banjir Rob Jakarta 2025? Cek Prediksi Tanggal BPBD DKI
“Sudah di-jack tiga meter saya naikin. Terakhir naik 1,5 meter ini,” ungkapnya sambil menunjukkan struktur rumah yang kini jauh lebih tinggi dari permukaan jalan.
“Dulu gubuk, naik lagi, naik lagi. Tahun 2016 saya bangun paling tinggi. Sekarang sudah sama rata lagi airnya,” sambungannya.
Sudiarjo juga mengaku telah memahami pola kedatangan rob dari pengalaman puluhan tahun.
“Kalau sekarang datang jam 5 sore, besok paginya jam 3 pasti gede. Ini belum titik puncak. Perkiraan saya Jumat atau Sabtu yang paling besar,” ujar Sudiarjo.
Dalam menghadapi rob, ia mengaku sudah menempatkan segala barang termasuk instalasi listrik di tempat tinggi.
