Gelombang efek sosial ini tidak hanya menerpa Anita. Suaminya, Alvin Harris, yang bekerja di Roemah Koffie, ikut terseret dalam pusaran kontroversi.
Manajemen Roemah Koffie mengeluarkan pernyataan yang bernuansa hati-hati, menyatakan mereka sedang "berkomunikasi dengan para pihak terdampak" dan menangani situasi dengan "penuh kehati-hatian dan empati."
Pernyataan yang menekankan penyelesaian berdasarkan "nilai empati" dan "komitmen menjaga hubungan baik" ini ditafsirkan banyak pihak sebagai indikasi bahwa posisi Alvin sedang dalam ancaman, meski keputusan final belum diumumkan.
Dampak Sosial: Doxing dan Teror Digital yang Melampaui Batas

Di balik hiruk-pikuk pemberitaan, Anita, Alvin, dan keluarga mereka harus menghadapi konsekuensi paling kelam dari viralitas: doxing dan serangan digital masif.
Identitas pribadi, media sosial, hingga kehidupan keluarga mereka dibombardir dengan komentar negatif, cacian, dan ancaman.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana kemarahan netizen sering kali melampaui batas rasional, berubah menjadi teror digital yang menyasar hingga ke ranah privasi.
Tanggung Jawab Digital di Era Media Sosial
Kasus Anita Dewi ini meninggalkan sebuah refleksi mendalam bagi masyarakat digital. Di satu sisi, media sosial adalah alat yang powerful untuk menyuarakan ketidakpuasan.
Namun, di sisi lain, setiap unggahan membawa tanggung jawab besar. Akselerasi informasi yang begitu cepat dapat dengan mudah merusak reputasi, karier, dan hubungan personal dalam hitungan jam.
Hal ini juga mempertanyakan proporsionalitas hukuman sosial. Apakah kehilangan sebuah tumbler, meskipun disertai keluhan yang dianggap tidak proporsional, pantas dibayar dengan kehilangan mata pencaharian dan diteror secara digital?
