Selain itu, dikatakan Yayat, perawatan RTH tidak sepenuhnya bisa dibebankan kepada pemerintah.
Ia menyebut, masyarakat juga harus memiliki rasa kepemilikan terhadap taman di lingkungannya.
“Taman bisa terjaga kalau ada yang merawat. Yang merawat itu komunitas. Warga boleh ikut bertanggung jawab melakukan pemantauan dan pengawasan,” ucap Yayat.
Ia mencontohkan kawasan Tebet, di mana komunitas warga turut mengawasi taman lingkungan. Namun banyak taman lain, seperti Taman Cattleya atau Hutan Kota Kebon Kusang, hampir tanpa pengawasan saat malam hari.
“Taman yang jauh dari permukiman itu berbahaya. Petugasnya sedikit, bisa saja ada tekanan atau bujukan dari pihak tertentu,” katanya.
Yayat menilai Pemda Jakarta harus mengambil tindakan tegas dalam menindaklanjuti penyimpangan fungsi taman.
Salah satunya adalah melakukan razia berkala serta membuka kanal laporan masyarakat yang responsif.
“Sekali-sekali adakan razia, manfaatkan laporan warga. Tapi laporan itu harus dikirim ke siapa? Siapa yang bisa langsung bertindak? Ada enggak satgas khusus pengamanan Taman 24 Jam?” ungkap Yayat.
Lantas, dia mendorong Pemprov DKI memperkuat anggaran, menambah personel pengawasan, dan melakukan tindakan yustisia terhadap pelanggar.
Bahkan jika pelaku merupakan warga penerima bantuan sosial, ia menyarankan adanya tindakan tegas.
“Kalau dia penerima bantuan dan melakukan tindakan asusila, cabut bantuannya. Kalau tidak ada sanksi, ya susah,” kata Yayat.
Terkait taman-taman yang tidak terurus, Yayat menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh. Ia mempertanyakan apakah pemerintah memiliki anggaran dan personel cukup untuk mengelolanya.
