JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Anggota DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik Zoelkifli, menilai, langkah Gubernur Jakarta, Pramono Anung, yang berencana melakukan peremajaan terhadap 1.000 sopir JakLingko merupakan keputusan yang tepat.
Menurutnya, kebijakan itu sejalan dengan meningkatnya keluhan masyarakat terkait perilaku sopir yang dinilai ugal-ugalan di jalan raya.
"Saya kira itu bagus, ya. Jadi, karena memang sekarang ini sudah banyak keluhan dari masyarakat bahwa sopir JakLingko itu ngebut, tidak berhenti di bus stop (atau tempat pemberhentian). Bahkan ada yang bersikap tidak ramah. Jadi memang perlu di evaluasi," ujar Taufik kepada Poskota, Rabu, 12 November 2025.
Politisi PKS itu menambahkan, pelatihan bagi para sopir bisa dilakukan melalui TJ Academy, lembaga pelatihan milik PT TransJakarta yang memang memiliki fasilitas untuk meningkatkan kompetensi para pengemudi di bawah naungannya.
Baca Juga: Kecelakaan Angkot JakLingko Sepanjang 2025, Tiga Insiden Terbesar Terjadi di Jakarta Barat dan Timur
“Kan itu di bawah PT TransJakarta, ya. TransJakarta sudah punya TJ Academy. Mereka bisa manfaatkan itu untuk melatih para sopir mikrotrans agar lebih disiplin dan profesional,” jelasnya.
Taufik menegaskan, program peremajaan yang dimaksud bukan sekadar pelatihan, melainkan juga penyegaran sumber daya manusia.
Ia menyebut, bagi sopir-sopir yang sudah berusia lanjut, bisa digantikan oleh anggota keluarga agar tidak kehilangan mata pencaharian.
“Jadi, ini pelatihan sekaligus peremajaan. Kalau sopirnya sudah senior, bisa diganti dengan anaknya atau saudaranya. Tapi kalau setelah diremajakan dan dilatih masih tetap ugal-ugalan, ya harus ada sanksi,” kata Taufik.
Namun demikian, Taufik menilai sanksi tidak harus langsung berupa pemecatan. Menurutnya, pemberian peringatan bertahap perlu dilakukan terlebih dahulu.
“Tidak langsung dipecat, ya. Ada peringatan pertama, kedua, ketiga, baru setelah itu tindakan tegas,” ujar dia.
Lebih lanjut, Taufik juga menyoroti sistem pembayaran sopir JakLingko yang selama ini berbasis jarak tempuh atau per kilometer.
Baca Juga: Pramono Bakal Ganti 1.000 Sopir JakLingko yang Ugal-Ugalan
Menurutnya, sistem tersebut justru mendorong sopir untuk ngebut demi mengejar target jarak, sehingga berpotensi mengganggu keselamatan penumpang dan pengguna jalan lain.
“Ini juga sudah masuk dalam pembahasan di DPRD. Kita akan minta Gubernur untuk mengevaluasi sistem itu. Jangan lagi dihitung berdasarkan kilometer, tapi berdasarkan jumlah penumpang,” ungkap Taufik.
Ia menjelaskan, sistem berbasis penumpang dinilai lebih adil dan efektif karena mendorong sopir untuk melayani masyarakat dengan baik, bukan sekadar menempuh jarak sejauh mungkin.
“Jadi, makin banyak penumpang, makin bagus. Tapi memang idealnya dikombinasikan, ya, antara jumlah penumpang dengan jarak tempuh supaya seimbang,” katanya. (cr-4)