Temuan tersebut kini menjadi fokus evaluasi DLH, mengingat ketiganya beroperasi dalam area yang sama.
Sambil menunggu hasil laboratorium, DLH berencana menggelar rapat lintas sektor pekan depan bersama Dinas Kesehatan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), pihak kecamatan, dan kelurahan setempat.
“Rapat itu akan membahas aspek perizinan, tata ruang, serta dokumen lingkungan dari kegiatan di kawasan tersebut. Kami ingin memastikan semua kegiatan di sana berjalan sesuai aturan, baik dari sisi izin usaha, kelayakan lingkungan, maupun standar kesehatan,” ungkap Kiswati.
Meski warga sempat mengeluhkan bau menyengat dan rasa gatal usai menggunakan air sumur, Kiswati menegaskan bahwa DLH belum dapat memastikan keterkaitan antara gejala tersebut dengan aktivitas dapur MBG.
“Saya belum memiliki hasil uji lab, jadi belum bisa memastikan apakah ada hubungan antara gejala itu dan dugaan pencemaran. Itu disclaimer dari saya sejak awal,” ujarnya.
DLH juga menegaskan, sanksi tidak serta-merta dijatuhkan sebelum seluruh proses evaluasi dan pembuktian selesai. Jika nantinya terbukti ada pelanggaran, pengelola dapur MBG akan diberikan waktu untuk memperbaiki sistem pengolahan limbahnya.
“Prinsip kami bukan menutup usaha, melainkan memperbaiki agar aktivitas ekonomi tetap jalan tanpa merusak lingkungan,” ujar Kiswati.
Sementara itu, Jodi, Pengelola SPPG Bojong Menteng, menjelaskan bahwa kubangan air yang dimaksud sudah ada sejak dapur SPPG berdiri.
Baca Juga: 2 Pemotor Tewas dalam Kecelakaan Berbeda di Depok
“Itu pembuangan air hujan yang sebenarnya ada MCK warga masuk ke situ. Kalau saluran pembuangan limbah, setiap minggu disedot,” ujarnya.
Jodi menambahkan, pihaknya juga masih menunggu hasil pemeriksaan dari DLH terkait dugaan pencemaran air yang diduga berasal dari limbah MBG.
Sebelumnya, Subur 35 tahun, salah satu warga terdampak, mengatakan dirinya melihat adanya kubangan besar di area belakang dapur SPPG yang kini diduga menjadi tempat pembuangan limbah.
