TEBET, POSKOTA.CO.ID - Tokoh masyarakat Tebet, Syaifullah, 71 tahun, menanggapi secara kritis terhadap peluncuran program 'Kampung Redam' yang diinisiasi oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jakarta di wilayah Manggarai, Tebet.
Menurutnya, program tersebut harus benar-benar menyentuh akar persoalan di tingkat warga, jika ingin berhasil. Syaifullah mengatakan, konflik di kawasan Tebet, khususnya Manggarai, sudah berlangsung sejak lama dan sulit dihapuskan begitu saja.
Ia menyebut tawuran antarkampung seperti antara Tambak, Manggarai, dan Berlan sudah seperti “estafet generasi” yang terus berulang dari waktu ke waktu. Apalagi nanti menjelaskan bulan Ramadhan.
“Ini dari dulu nggak pernah bisa hilang. Antara Tambak, Manggarai, Berlan, selalu aja ada. Kamu redam sebentar, sebentar lagi muncul lagi,” ujar Syaifullah, saat dihubungi Poskota, Kamis, 30 Oktober 2025.
Syaifullah bercerita bahwa dirinya pernah ikut memprakarsai kegiatan perdamaian antarwarga di kawasan Menteng Tenggulun, Manggarai, dan Tambak bersama muspika setempat di bekas Terminal Manggarai yang kini sudah menjadi pos polisi.
Namun, menurutnya, upaya-upaya tersebut belum sepenuhnya efektif karena hanya bersifat sesaat dan belum menyentuh akar masalah di masyarakat.
“Dulu kita kumpulkan semua pihak di situ, bareng muspika, tapi ya begitu lagi-begitu lagi. Jadi harusnya program seperti ini diperkuat di akar rumputnya, bukan cuma dari atas,” jelas Syaifullah.
Syaifullah menilai, keberhasilan program seperti Kampung Redam hanya bisa terwujud jika seluruh elemen masyarakat ikut dilibatkan secara aktif, terutama dari tingkat RT, RW, LMK, hingga aparat kelurahan dan kecamatan.
Sosialisasi, katanya, tidak cukup dilakukan secara seremonial, melainkan harus ada tindak lanjut berupa kegiatan nyata untuk anak muda agar mereka tidak terjerumus ke aktivitas negatif.
“Kalau cuma seremonial itu buang-buang duit. Harusnya dari muspika sendiri, RW, LMK bersatu bikin kegiatan buat remajanya. Kalau anak-anak muda dikasih kegiatan positif, mereka bisa lupa sama tawuran,” terangnya.
Syaifullah juga menilai bahwa penanganan harus dilakukan dua arah: pembinaan dan ketegasan aparat. Ia menyarankan agar anak-anak muda yang sering terlibat tawuran diberikan pembinaan berbasis disiplin, misalnya melalui pendidikan semi-militer, agar mereka belajar tanggung jawab dan disiplin.
Baca Juga: Polsek Tebet Dukung Penuh Program Kampung Redam di Manggarai
“Masukin aja ke barak militer, didik di sana. Dapet pendidikan gratis juga. Masalahnya mereka itu begadang, ngerokok, minum, itu yang memicu semua. Kalau nggak dibina dari sekarang, generasi kita yang rugi,” tegas Syaifullah.
Meski begitu, Syaifullah tetap memberikan dukungan penuh terhadap langkah Kemenkumham Jakarta meluncurkan program Kampung Redam. Ia berharap program tersebut tidak berhenti pada tataran konsep atau seremoni, tetapi benar-benar dijalankan secara berkelanjutan dan melibatkan warga lokal dalam setiap tahapannya.
“Kalau programnya dijalankan pelan-pelan dan muspika mau turun langsung, pasti bisa. Tapi yang penting jangan cuma dari atas. Harus dari bawah, dari warga sendiri,” ucap Syaifullah.