Ilustrasi - Langit berawan menjelang hujan. BRIN meneliti air hujan di Jakarta mengandung mikroplastik. (Poskota.co.id)

JAKARTA RAYA

Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, BRIN Ungkap Dampak dan Solusinya

Sabtu 18 Okt 2025, 12:27 WIB

KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Sselama ini air hujan dianggap bersih dan menyegarkan ternyata tidak sepenuhnya murni.

Hal ini berdasarkan hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bahwa air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.

Peneliti BRIN, Muhammad Reza Kordova, menjelaskan bahwa penelitian mengenai mikroplastik di udara, termasuk yang terdapat dalam tetes air hujan, telah dilakukan sejak tahun 2022.

Namun fenomena hujan mengandung mikroplasti tidak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di berbagai kota besar lain di Indonesia yang kini tengah diteliti BRIN.

“Kami melakukan pemantauan selama 12 bulan menggunakan alat perangkap hujan. Dari situ terlihat bahwa mikroplastik yang jatuh ke pesisir utara Jakarta berasal dari udara,” jelas Reza, saat dikonfirmasi, Sabtu, 18 Oktober 2025.

Baca Juga: BPOM Jelaskan soal POSS Program MBG

Menurut Reza, sumber mikroplastik di udara berasal dari aktivitas manusia, mulai dari sampah plastik yang terurai akibat panas matahari, gesekan, hingga pembakaran terbuka, hingga produk-produk kecil seperti serat tekstil dan sisa ban kendaraan.

Plastik besar yang terpapar lingkungan lama-kelamaan akan pecah menjadi partikel sangat kecil, bahkan lebih halus daripada debu, dan sulit terlihat oleh mata.

“Pada musim kemarau, partikel plastik yang sudah kecil ini terbawa angin dan menyebar ke udara. Saat musim hujan, mikroplastik tersebut ikut turun bersama air hujan ke daratan,” kata Reza. 

Menurut Reza, paparan mikroplastik dapat menimbulkan sejumlah gangguan kesehatan. Sebab jika terserap melalui udara, mikroplastik bisa menyebabkan iritasi sebagai dampak langsung.

Dalam jangka panjang, bisa memicu stres oksidatif, peradangan, gangguan metabolik, hingga sistem imun maupun kardiovaskular. Bahkan mikroplastik juga dapat menjadi media pembawa polutan lain seperti logam berat dan pestisida. 

“Debu bisa menempel pada mikroplastik atau sebaliknya. Jadi, ia bisa membawa bahan kimia berbahaya ke dalam tubuh manusia,” jelas Reza.

Lebih lanjut, semakin banyak sampah plastik yang dibakar terbuka, semakin tinggi pula kadar mikroplastik di udara. Sampah plastik dibedakan berdasarkan ukuran, makroplastik berukuran lebih dari 2,5 cm, mesoplastik antara 2,5 cm hingga 0,5 cm, serta mikroplastik berukuran kurang dari 0,5 cm. Partikel mikroplastik berukuran sekitar 500 mikron (0,5 mm) masih bisa terlihat sekilas, tetapi yang lebih kecil dari itu sulit terlihat dan bisa lebih halus daripada debu.

"Penelitian kami memang awalnya memang berlaku di Jakarta yang sekarang ini sedang berlanjut ada di 18 kota besar yang ada di Indonesia. Jakarta ini sendiri jadi bukti awal dan yang paling jelas sejauh ini," beber Reza.

Meski demikian, Reza menegaskan bahwa tidak berarti setiap tetes air hujan otomatis beracun. Namun pihaknya menekankan bahwa hasil penelitian ini merupakan temuan ilmiah yang perlu menjadi dasar kewaspadaan, bukan kepanikan.

Baca Juga: Cari Tablet Murah? Infinix XPAD 20 Pro Bisa Jadi Pilihan, Cek Harga dan Spesifikasinya!

Kemudian untuk mengurangi risiko paparan, masyarakat disarankan menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan. 

“Kalau bisa gunakan masker kain berbahan katun, bukan sintetik. Selain itu, penting menjaga gaya hidup sehat dengan makan banyak serat, sayur, dan buah serta rutin berolahraga agar tubuh mampu mengeluarkan polutan secara alami,” terang Reza.

Selain itu, Reza juga menyoroti pentingnya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, seperti sachet, botol air minum, gelas kemasan, hingga filter rokok yang terbuat dari plastik.

Sebab, kata dia, filter rokok yang dibuang sembarangan bisa melepaskan hingga 20 ribu partikel mikroplastik setiap hari.

Selain itu, Reza menyarankan masyarakat untuk tidak membakar sampah plastik dan lebih memilih bahan pakaian alami seperti katun. Kalaupun terpaksa, kata Reza, masyarakat yang berkualitas agar tidak mudah terurai. Karena itu, ia berharap kesadaran publik terhadap bahaya mikroplastik bisa meningkat. 

“Kita harus bijak dalam mengelola plastik dan menjaga kesehatan diri sendiri. Karena kita tidak pernah tahu berapa banyak mikroplastik yang beredar di udara yang kita hirup setiap hari,” ucap Reza.

Tidak hanya terjadi di Indonesia, fenomena serupa juga pernah terjadi di negara lain, tepatnya di Pegunungan Rocky, Colorado beberapa tahun lalu. Para peneliti dari US Geological Survey (USGS) menemukan bahwa air hujan yang mereka kumpulkan mengandung serat-serat mikroplastik berwarna-warni, fragmen plastik mikroskopis yang kini diketahui ikut turun bersama presipitasi alam.

Awalnya, penelitian ini bertujuan mempelajari pencemaran nitrogen di atmosfer. Namun ketika sampel hujan dianalisis di laboratorium, para peneliti justru menemukan serat plastik, butiran kecil, dan serpihan mikroplastik di bawah mikroskop.

Fenomena ini menandakan bahwa polusi plastik tidak hanya mencemari lautan dan tanah, tetapi juga telah menyebar hingga ke langit.

“Hal paling penting yang bisa saya sampaikan kepada publik AS adalah bahwa ada lebih banyak plastik daripada yang terlihat,” jelas, peneliti USGS, Gregory Wetherbee, dikutip dari The Guardian.

Tags:
air hujanmikroplastikBRINBadan Riset dan Inovasi Nasional

Ali Mansur

Reporter

Fani Ferdiansyah

Editor