Bermain Saham atau Investasi Jangka Panjang? Simak Penjelasan Lengkap Bedanya di Sini

Selasa 02 Sep 2025, 13:40 WIB
Ilustrasi investasi untuk anak muda. (Sumber: Freepik)

Ilustrasi investasi untuk anak muda. (Sumber: Freepik)

POSKOTA.CO.ID - Pidato Presiden Prabowo baru-baru ini menimbulkan diskusi hangat di ruang publik. Beliau menyebut bahwa bagi masyarakat kecil, bermain saham sama saja dengan berjudi karena biasanya yang menang adalah pihak besar.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pentingnya edukasi pasar modal bahkan sejak tingkat Sekolah Dasar, agar masyarakat bisa membedakan antara spekulasi berisiko dan investasi jangka panjang yang sehat.

Pernyataan dua tokoh ini membuka ruang refleksi: apakah saham memang “arena judi modern” atau justru instrumen finansial yang bisa memperkuat perekonomian rakyat? Untuk menjawabnya, kita perlu menelusuri sejarah, transformasi, hingga praktik pasar modal Indonesia saat ini.

Baca Juga: Apakah Jerome Polin Buzzer? Ini Daftar 5 Influencer yang Ditawari Bayaran oleh Pemerintah hingga Rp150 Juta

Kilas Balik: Pengalaman Awal Menyentuh Dunia Saham

Pasar modal Indonesia kini tampak inklusif dan mudah diakses, namun situasinya dua dekade lalu jauh berbeda. Pada 1990-an, hanya segelintir orang yang bisa membeli saham.

Sebagai contoh, penulis pertama kali membeli saham Telkom (TLKM) saat IPO tahun 1995. Prosesnya penuh keterbatasan: pembukaan rekening sekuritas membutuhkan dana jutaan rupiah, transaksi dilakukan via telepon ke broker, dan bukti kepemilikan berupa sertifikat fisik. Risiko kehilangan atau kerusakan sertifikat sangat tinggi.

Selain itu, stigma “saham sama dengan judi” sudah muncul sejak lama, diperkuat dengan minimnya literasi dan keraguan soal kehalalan transaksi.

Meski akhirnya saham Telkom yang dibeli waktu itu memberikan keuntungan signifikan, keraguan syariah membuat banyak calon investor mundur.

Perkembangan Pasar Modal: Teknologi, Regulasi, dan Syariah

Seiring waktu, pasar modal Indonesia berkembang pesat. Tahun 1997, gagasan pasar modal syariah mulai dikaji. DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia) berdiri pada 1999 untuk memberi kepastian hukum dan etika syariah dalam investasi.

Pada 2001, keluar fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang pasar modal syariah, yang menegaskan bahwa saham, sukuk, dan reksa dana diperbolehkan asalkan bebas dari unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan maisir (judi).

Fatwa ini mengubah persepsi sebagian besar masyarakat Muslim terhadap saham, meski perdebatan tentang praktiknya tetap ada.

Transformasi Digital: Membuka Akses Lebih Luas


Berita Terkait


News Update