POSKOTA.CO.ID - Pada Jumat pagi, 29 Agustus 2025, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor meresmikan pergantian nama Taman Makam Pusara Adhyaksa di Kelurahan Pondok Rajeg, Cibinong, menjadi Taman Makam Pusara Raden Gatot Taroenamihardja. Bersamaan dengan itu, Jalan Sukahati juga diubah namanya menjadi Jalan Raden Gatot Taroenamihardja.
Usulan pergantian nama ini datang dari Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, Irwanuddin Tadjuddin, dan disetujui oleh Bupati Bogor, Rudy Susmanto.
Menurut Irwanuddin, penamaan tersebut bukan hanya sebatas formalitas administratif, melainkan penghormatan monumental bagi seorang tokoh yang kontribusinya terhadap sejarah hukum Indonesia begitu besar.
“Bagi kami, para Jaksa, beliau adalah sosok panutan. Keberanian dan integritas beliau masih menjadi teladan hingga kini,” ujar Irwanuddin.
Siapa Raden Gatot Taroenamihardja?
Raden Gatot Taroenamihardja adalah nama yang lekat dengan sejarah kejaksaan Indonesia. Lahir di Sukabumi pada 24 November 1901, ia tumbuh di tengah situasi kolonial yang menekan, namun semangatnya untuk belajar dan memperjuangkan keadilan tidak pernah surut.
Pendidikannya ditempuh di Rechtsschool Batavia Hindia-Belanda, sebelum kemudian melanjutkan ke Rijksuniversiteit Leiden, Belanda. Bekal akademis inilah yang kelak menempanya menjadi seorang penegak hukum dengan keberanian luar biasa.
Pada 5 September 1945, tak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan, Raden Gatot Taroenamihardja dilantik sebagai Jaksa Agung pertama Republik Indonesia. Meski masa jabatannya hanya berlangsung singkat hingga Oktober 1945, langkah tersebut menandai tonggak penting berdirinya lembaga kejaksaan di Indonesia.
Karier Kedua sebagai Jaksa Agung
Tiga belas tahun berselang, tepatnya 1 April 1959, Raden Gatot kembali dipercaya menjabat sebagai Jaksa Agung kelima. Periode keduanya ini kembali menunjukkan integritas dan ketegasan yang sama, meskipun berlangsung singkat hingga 22 September 1959.
Dalam periode inilah, ia diangkat pula sebagai Menteri Negara Ex-Officio di Kabinet Ke-18 Republik Indonesia. Namun, kejujurannya sering kali berbenturan dengan kepentingan politik dan militer pada masa itu.

Keberanian Membongkar Korupsi
Salah satu hal paling monumental dalam perjalanan hidupnya adalah sikap tegas terhadap praktik korupsi. Ia berani mengungkap penyelundupan yang dilakukan Kolonel Maludin Simbolon di Teluk Nibung, Sumatera Utara, serta barter ilegal yang melibatkan Kolonel Ibnu Sutowo di Tanjung Priok.