KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Sejumlah pedagang hewan dan pakan hewan di lokasi sementara Pasar Barito, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, mulai sibuk berkemas.
Beberapa dari mereka mengangkut barang dagangan ke mobil bak terbuka. Namun, sebagian lainnya masih bertahan dan berjualan seperti biasa.
Rencana Pemkot Jakarta Selatan merelokasi para pedagang membuat hati mereka gelisah. Batas relokasi jatuh pada Minggu, 3 Agustus 2025. Namun, bagi para pedagang, kepastian tempat baru masih menjadi tanda tanya besar.
Yuli, 45 tahun, salah satu pedagang makanan hewan di Pasar Barito, mengaku, mulai berdagang sejak 2011. Ia mengambil barang dari para reseller dan menyebut harga belinya sedikit lebih murah.
Baca Juga: DPRD Jakarta Dorong Relokasi Pedagang Pasar Taman Puring
“Kalau memang harus direlokasi, seharusnya tempatnya udah siap. Tapi kemarin waktu kami survei ke lokasi yang katanya bakal jadi tempat baru di Lenteng Agung, itu masih tanah kosong,” ujar Yuli saat diwawancara Poskota, Sabtu, 2 Agustus 2025.
Yuli menegaskan, menolak rencana relokasi, bukan karena keras kepala, tapi karena alasan yang sangat manusiawi.
“Terlalu jauh. Saya punya anak yang masih sekolah. Biasanya istirahat mampir, pulang saya jemput. Kalau pindah ke Lenteng Agung, saya nggak sanggup (kalau pindah),” ucap Yuli.
Yuli menyebut bahwa pasar Barito baru saja direvitalisasi dua tahun lalu. Ketika mendengar kabar relokasi, ia mengaku kaget. Sosialisasi pertama yang didapat pedagang baru terjadi pada 18 Juli lalu di Taman Langsat bersama pihak Sudin dan Wali Kota.
“Waktu itu baru dikasih tahu. Katanya sih ketua pedagang sudah tahu dari April, tapi belum dikasih tahu ke kami. Jadinya ya mendadak,” kata Yuli.
Yuli mengatakan, sudah memiliki pelanggan tetap dan hubungan baik antar sesama pedagang.
“Pasar Barito udah terkenal. Pelanggan datang dari jauh, tahu kita di sini. Kalau dipindah ke Lenteng Agung, takutnya pelanggan bingung dan malah hilang,” ucap Yuli.
Yuli mengakui, bahwa pemerintah memang telah menawarkan beberapa alternatif, termasuk lokasi di Pasar Jaya Mampang. Namun, menurutnya lokasi yang disediakan di lantai tiga terlalu menyulitkan.
“Mana kuat kita naik turun tiap hari. Barang berat, usia juga udah nggak muda lagi. Lagian di sana sepi,” kata Yuli.
Hal senada diungkapkan pedagang lainnya, Purwanti, 50 tahun, yang telah berjualan selama 20 tahun.
Ia menjajakan makanan burung dan hewan peliharaan lainnya. Meski tidak secara langsung menolak relokasi, ia meminta kejelasan dan kesiapan tempat baru.
“Saya sih mau-mau aja pindah, tapi harus ada dulu tempatnya. Kita jualan gini, barangnya taruh di mana? Mau nyari kontrakan juga mahal,” kata Purwanti.
Purwanti mengaku tidak bisa tidur, kehilangan nafsu makan, dan dihantui rasa cemas soal nasib keluarganya.
“Apalagi saya ibu-ibu, punya anak juga, harus mikir makan. Kalau digusur begini aja tanpa tempat jelas, rasanya sedih banget,” ujar dia.
Menjelang tenggat waktu pengosongan yang tinggal sehari lagi, Yuli menyampaikan, para pedagang masih belum mendapat solusi konkret.
Purwanti berharap ada kebijakan yang lebih manusiawi, bukan sekadar pengosongan tempat tanpa kejelasan nasib.
“Kalau mau dipindahin, ya tempatnya dulu dong disiapkan. Kita ini orang kecil, tapi bukan berarti nggak punya suara,” kata Purwanti. (CR-4)