Kopi Pagi: Teladan Wujudkan Kemakmuran (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi

Kopi Pagi: Teladan Wujudkan Kemakmuran

Kamis 31 Jul 2025, 06:00 WIB

Bersikap bijaksana, lemah lembut, berwawasan luas, dan berbudi pekerti luhur, selaras kata dan perbuatannya, sering disebut berbudi bawa laksana sebagai teladan bagi bawahan dan rakyatnya..” kata Harmoko.

Tak satupun pemimpin yang tidak ingin dipercaya dan dicintai oleh masyarakat. Di level manapun, mulai dari lingkungan rukun tetangga, balai kota hingga istana.

Sayangnya, kepercayaan tidak datang serta merta begitu saja. Kepercayaan tidak turun dari langit, tetapi harus dibangun dengan investasi yang panjang. Kepercayaan harus dibangun dari bawah sebagai pondasi utama dalam memperkuat hubungan baik secara personal, interpersonal, komunal.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbagsa dan bernegara, kepercayaan menjadi aset berharga untuk membangun reputasi dan kredibilitas.

Baca Juga: Kopi Pagi: Politik Tebar Pesona

Pemimpin terpercaya dengan mudah akan mendapatkan dukungan publik dalam melaksanakan program pembangunan. Cukup beralasan jika acap mencuat mosi tak percaya kepada pemimpin yang dinilai tidak kredibel.

Itulah sebabnya para pemimpin di tingkatan  manapun wajib membangun kepercayaan melalui keteladanan, bukan sebatas mengumbar pernyataan.

Di tengah beragam tantangan yang menghadang di era sekarang ,di tengah situasi dunia yang kian tidak pasti, kian dibutuhkan aksi nyata, bukan sekadar retorika dan propaganda.

Pemimpin hendaknya senantiasa berada di depan mrantasi gawe sebagaimana falsafah kepemimpinan yang diteladankan para tokoh bangsa terdahulu sebagai rujukan.

Sejarah mencatat, Kerajaan Mataram Islam mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645) dengan wilayah kekuasaan mencakup Pulau Jawa ( kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, serta daerah Sukadana di kalimantan Barat.

Baca Juga: Kopi Pagi: Warisan Politik

Kejayaan diraih, tak lepas dari falsafah kepemimpinan yang diterapkan Sultan Agung agar dipercaya dan dicintai rakyatnya. Seperti diulas dalam serat Sastra Gendhing, disebutkan terdapat tujuh pedoman kepemimpinan Sultan Agung, dua di antaranya:

Pertama, bahni bahna amurbeng jurit – seorang pemimpin harus selalu berada di depan  dengan memberi keteladanan dalam membela keadilan dan kebenaran. Kedua, rukti setya garba rukmi – seorang pemimpin harus memiliki tekad bulat menghimpun segala daya upaya , potensi guna mewujudkan kemakmuran dan ketinggian martabat bangsa.

Soal pemimpin berada di depan memberi teladan juga ditegaskan dalam ajaran Ki Hajar Dewantara, ing ngarso sung tulodo, yang dicetuskan di era pergerakan yang hingga sekarang masih menjadi rujukan.

Lantas teladan seperti apa yang diharapkan? Jawabnya tentu bukan sebatas  teladan kebaikan.

Kata selalu  berada di depan, tentunya dikandung maksud ketika negeri menghadapi musibah dan masalah. Ketika rakyat susah, hendaknya tampil di depan ikut merasakan denyut nadi masyarakat, merasakan derita rakyatnya, dan sesegera mungkin menyelesaikannya.

Jika boleh dipadukan, jika rakyat senang, bahagia memperoleh kemakmuran, menikmati kesejahteraan karena keberhasilan program pembangunan yang digulirkan, pemimpin hendaknya mundur ke belakang menyaksikan kebahagiaan rakyatnya. Bukan tampil di depan, bahwa semua itu adalah hasil kerjanya – karena saya.

Baca Juga: Kopi Pagi: Anak Hebat Bermartabat

Jika perilaku ini yang ditonjolkan, tak ubahnya mengedepankan arogansi kekuasaan, bukan pemimpin yang merakyat.

Yang hendak kami sampaikan, pemimpin atau calon pemimpin di level manapun, akan dipercaya dan dicintai rakyat, bilamana mampu menjadi contoh yang baik, menyayangi rakyat, dan menyejahterakan kehidupan rakyatnya.

Bersikap bijaksana, lemah lembut, berwawasan luas, dan berbudi pekerti luhur, selaras kata dan perbuatannya, sering disebut berbudi bawa laksana sebagai teladan bagi bawahan dan rakyatnya, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Pemimpin yang arogan, tidak peduli pada rakyat, akibatnya kehilangan kepercayaan dari rakyat.

Kurangnya kepercayaan rakyat akan mendatangkan keraguan, boleh jadi pada gilirannya keresahan menghadapi situasi. Ragu, apakah yang dijanjikan akan menjadi kenyataan.

Itulah sebabnya, sesegera mungkin adanya aksi dari apa yang diucapkan menjadi kenyataan. Sekecil apa pun aksi akan lebih berarti, ketimbang tidak sama sekali.

Baca Juga: Kopi Pagi: Politik Balas Budi

Perlambatan ekonomi dunia boleh terjadi, tetapi rakyat tetap optimis dan antusias bahwa negeri kita mampu mengatasi segalanya. Negeri kita terus bergerak maju meletakkan pondasi Indonesia Emas. Negeri yang tangguh dan bermartabat di panggung dunia.

Semua ini akan bergerak maju karena tadi, adanya kepercayaan rakyat yang dibangun oleh para pemimpin yang selalu berada di depan memberi teladan mewujudkan kemakmuran. (Azisoko)

Tags:
Kopi Pagipemimpin

Tim Poskota

Reporter

Fani Ferdiansyah

Editor