Dua vonis besar ini memperlihatkan bahwa baik tokoh oposisi maupun eks pemerintah sama-sama berhadapan dengan penegakan hukum yang lebih agresif. Apakah ini sinyal positif? Atau justru instrumen politik untuk menekan lawan?
KPK dan Tantangan Independensi
KPK mengklaim telah menangani lebih dari 98 kasus korupsi sepanjang Januari hingga Juli 2025. Di antaranya kasus bansos, korupsi infrastruktur, dan suap sektor pangan. Ketua KPK menyatakan bahwa semua kasus diproses tanpa mempertimbangkan afiliasi politik.
Namun, publik tetap mempertanyakan independensi lembaga ini. Dalam lanskap politik yang makin didominasi koalisi besar, kekhawatiran akan selektivitas hukum selalu mengemuka. Hasto hanyalah salah satu contoh bagaimana lembaga hukum dihadapkan pada ujian integritas.
Respons PDIP: Diam atau Tanggap?
Hingga artikel ini diterbitkan, tim kuasa hukum Hasto belum memberikan pernyataan resmi apakah akan mengajukan banding atau menerima vonis. Sementara itu, elite PDIP juga belum menunjukkan sikap tegas.
Dalam perspektif strategis, PDIP perlu bersikap cepat dan konsisten. Jika ingin menjaga peran oposisi yang kuat dan bersih, PDIP harus mampu menyampaikan pesan bahwa mereka tidak mentolerir korupsi. Bahkan jika itu dilakukan oleh petinggi mereka sendiri.
Baca Juga: Cara Cetak Kartu Ujian UKPPPG 2025 dalam Jabatan Guru Tertentu, Ikuti Panduannya
Harapan Publik: Oposisi yang Tegas, Bukan Sekadar Ada
Demokrasi tidak akan berjalan sehat tanpa oposisi yang kritis dan berintegritas. Di sinilah letak tantangan terbesar PDIP pasca vonis Hasto. Apakah mereka akan tenggelam dalam konflik internal dan bayang-bayang masa lalu, atau justru bangkit menjadi oposisi modern yang reformis?
Vonis ini membuka peluang sekaligus ancaman. Jika dikelola dengan cerdas, PDIP bisa melakukan reformasi internal dan membuktikan bahwa oposisi bisa bersih. Jika tidak, maka oposisi akan sekadar menjadi simbol kosong dalam teater politik lima tahunan.
Kasus Hasto Kristiyanto menjadi penanda penting bagi demokrasi Indonesia di era pasca-Jokowi. Bukan hanya soal korupsi, ini adalah refleksi dari transisi kekuasaan, pergeseran loyalitas politik, dan ujian bagi institusi hukum kita.
Rakyat Indonesia tak hanya membutuhkan pemimpin yang bersih, tetapi juga institusi politik yang berani introspeksi dan membangun kepercayaan publik dari awal. Vonis ini, jika disikapi secara bijak, bisa menjadi titik tolak untuk reformasi partai, pembenahan oposisi, dan pemurnian demokrasi.
Vonis 3,5 tahun kepada Hasto Kristiyanto bukan sekadar episode hukum, melainkan refleksi politik mendalam atas posisi PDIP sebagai oposisi dalam era baru pemerintahan Prabowo-Gibran. Ini adalah momen penting bagi masyarakat sipil dan partai politik untuk mengevaluasi ulang pilar demokrasi, termasuk peran oposisi, integritas, dan penegakan hukum yang sejati.