MEDAN SATRIA, POSKOTA.CO.ID - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding mengungkap motif ekonomi menjadi alasan utama sejumlah calon pekerja migran Indonesia (PMI) nekat berangkat ke Arab Saudi secara nonprosedural.
Meski tanpa kemampuan berbahasa Arab dan keterampilan kerja, mereka juga diberangkatkan menggunakan visa ziarah setelah termakan bujuk rayu para calo. Selain itu, mereka mengaku telah mendapatkan uang DP sebesar 2,5 juta sebelum akhirnya berangkat ke Arab Saudi.
"Kalau mereka yang berangkat ini jelas motifnya ekonomi. Tetapi memang negara kita ini kalau mengikuti prosedur resmi itu agak panjang prosesnya. Dan kalau lewat calo, semua sudah diurusin, jadi cepat," kata Karding seusai meninjau langsung para calon PMI ilegal yang berhasil diamankan di Polres Metro Bekasi Kota, Jumat 4 Juli 2025.
Saat berdialog dengan para calon pekerja, Karding mengaku terkejut. Mereka mengaku tidak memiliki kemampuan berbahasa Arab, tidak pernah mengikuti pelatihan kerja, bahkan tidak mengantongi surat rekomendasi dari kepala desa.
Baca Juga: Apresiasi Polri Bentuk Satgas TPPO, Benny: 5 Bandar Sindikat Harus Diringkus
"Tadi saya sempat bertanya ke mereka, bisa bahasa Arab dan pernah mengikuti pelatihan skill apa enggak? Mereka jawabnya enggak. Bahkan izin rekomendasi kepala desa saja tidak ada," ujarnya.
Tak hanya itu, Karding juga menyoroti kondisi kesehatan para calon PMI yang tidak dipastikan sebelum keberangkatan. Mereka bahkan tidak memiliki jaminan kesehatan seperti BPJS.
"Ini artinya calo-calo ini bekerja di desa-desa. Oleh karena itu kita butuh di desa-desa ada satuan tim yang menjaga masyarakatnya agar tidak menjadi korban percaloan," katanya.
Untuk itu, pihaknya akan terus menggencarkan sosialisasi ke wilayah pedesaan, termasuk mendatangi kantor-kantor desa. Menurutnya, ada kemungkinan masyarakat sebenarnya ingin berangkat secara resmi, namun karena kurangnya informasi dan masifnya peran calo, mereka akhirnya terjerat.
"Yang ada malah calo-calo ini memanfaatkan jaringan keluarga, bahkan bisa melibatkan oknum aparat desa atau perangkat lainnya," ucap dia.
Karding mengaku heran dengan sistem kerja para calo yang begitu rapi dan terorganisir. Ia menyebut para pelaku terlihat terlatih dalam menyembunyikan aktivitas mereka.
"Kalau lihat modusnya, operasi tadi malam itu, mereka udah canggih. Mereka bisa menghilang di tengah pengejaran. Itu artinya mereka sudah terlatih," ucapnya.
Ia juga sempat berdialog dengan seorang penjaga para calon pekerja migran yang diamankan. Menurutnya, sang penjaga pun tampak lihai dalam memberi jawaban.
"Menurut saya yang penjaganya itu cara menjawabnya juga sudah terlatih. Makanya kita minta yang jadi korban jangan dihukum, biar saja dipulangkan ke rumah. Tapi yang memang terlibat harus dihukum," tegasnya.
Dari hasil pendataan, diketahui bahwa para calon PMI telah ditampung selama satu hingga dua bulan sebelum dijadwalkan berangkat. Seluruhnya merupakan perempuan yang sudah menikah, berusia di atas 25 tahun, dan berasal dari berbagai daerah, termasuk NTB.
"Yang dari NTB udah dua bulan ditampung. Rata-rata mereka sudah menikah dan punya anak. Usianya juga di atas 25 tahun," katanya.
Karding mengungkapkan, para calon PMI ini dijanjikan akan bekerja sebagai pekerja rumah tangga, mulai dari perawat lansia, asisten rumah tangga, hingga petugas kebersihan. Mereka dijanjikan gaji sekitar 1.200 riyal atau sekitar Rp5 juta. Padahal, standar gaji yang bisa mereka dapatkan bisa mencapai 1.500 riyal.
Baca Juga: Komisi I DPR Dukung Restrukturisasi Satgas TPPO Sebagai Langkah Penegakan Hukum
"Karena mereka tidak punya daya tawar dan hanya menggunakan visa ziarah, mereka bekerja berdasarkan bargaining dari pemberi kerja. Dan mereka tidak punya kontrak," katanya. (CR-3)