POSKOTA.CO.ID - Nama Muhammad Renald Kadri mulai dikenal publik setelah berbagai portal berita nasional, seperti Suara.com dan Indopop.id, mengunggah laporan eksklusif pada awal Juni 2025. Penangkapan berlangsung pada 5 Juni 2025 oleh jajaran Polsek Cempaka Putih, Jakarta Pusat, dan sempat melibatkan pengejaran singkat di wilayah Depok, Jawa Barat.
Menurut pernyataan resmi Kapolsek Cempaka Putih, Kompol Pengky Sukmawan, Renald Kadri ditangkap di sebuah kamar kos sederhana setelah pihak kepolisian menerima laporan dari korban. Laporan tersebut menyebut bahwa MR mengancam akan menyebarkan video hubungan intim mereka jika permintaan sejumlah uang tidak dipenuhi. Nilai pemerasan disebut mencapai Rp20 juta.
Cuplikan rekaman interogasi sempat beredar di media sosial. Dalam video itu, seorang pria yang mengaku Muhammad Renald Kadri terlihat kebingungan dan mencoba menutupi wajahnya. Ia akhirnya diborgol dan dibawa untuk proses penyelidikan lebih lanjut.
Kompol Pengky menyampaikan bahwa motif utama perbuatan ini diduga dipicu kecemburuan. MR dikabarkan marah setelah mengetahui korban menjalin kedekatan dengan pria lain. Dari hasil penyelidikan awal, ancaman itu bukan hanya bersifat lisan, tetapi sudah diikuti pengiriman beberapa potongan video sebagai bukti bahwa pelaku memiliki materi sensitif.
Polisi menjerat Muhammad Renald Kadri dengan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan. Jika terbukti di persidangan, ia terancam hukuman pidana maksimal sembilan tahun penjara.
Baca Juga: Sinopsis dan Daftar Pemeran Film Narik Sukmo yang Tayang 3 Juli 2025
Fenomena Penyalahgunaan Konten Intim
Kasus MR menjadi salah satu contoh nyata risiko penyalahgunaan rekaman digital dalam relasi personal. Di era media sosial dan aplikasi perpesanan instan, video atau foto bersifat pribadi kerap disalahgunakan untuk mendapatkan keuntungan finansial maupun sebagai alat balas dendam emosional.
Pakar hukum pidana, Dr. I Gusti Ngurah Adi Putra, menilai bahwa pasal pemerasan dapat diterapkan pada ancaman penyebaran konten intim meskipun hubungan keduanya bersifat sukarela. Menurutnya, substansi pemerasan tidak hanya terletak pada ancaman kekerasan fisik, melainkan juga intimidasi yang menimbulkan ketakutan kehilangan martabat sosial.
Kasus ini memperkuat urgensi edukasi literasi digital di Indonesia. Banyak individu belum memahami konsekuensi hukum penyebaran materi pribadi yang terekam secara sukarela, padahal KUHP dan Undang-Undang ITE sama-sama mengatur sanksi pidana bagi pelaku.
Status Artis dan Kontroversi Profil Publik
Salah satu hal yang memicu rasa penasaran publik adalah status “artis sinetron” yang dilekatkan pada MR. Kapolsek Cempaka Putih memang menyebutnya sebagai figur publik yang pernah tampil di layar kaca. Namun hingga pertengahan Juni 2025, belum ada lembaga resmi atau basis data perfilman nasional yang memverifikasi daftar sinetron atau film yang pernah melibatkan Muhammad Renald Kadri.
Pencarian di sejumlah portal hiburan, termasuk katalog daring Filmindonesia.or.id, tidak menemukan nama MR dalam judul-judul sinetron populer dekade terakhir. Beberapa forum diskusi menduga ia lebih banyak muncul sebagai pemeran figuran dalam produksi sinetron lokal yang tidak terdokumentasi secara luas. Dugaan lain menyebut keterlibatannya sebatas proyek web series dengan jangkauan audiens terbatas.