Mal Sarinah, Jakarta. (Sumber: sarinah.co.id)

JAKARTA RAYA

Siapa Sangka! Mal Pertama di Asia Tenggara Ada di Jakarta, Dulunya Hanya Boleh Jual Barang Murah

Senin 30 Jun 2025, 11:30 WIB

POSKOTA.CO.ID - Tahukah Anda, pusat perbelanjaan modern pertama di Asia Tenggara ternyata berdiri di jantung ibu kota Indonesia.

Mal tersebut adalah Mal Sarinah, yang menjadi simbol kemajuan bangsa sekaligus proyek prestisius di era Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.

Dibangun pada masa sulit ketika inflasi sedang tinggi, Mal Sarinah lahir dari tekad Soekarno untuk menampilkan wajah Indonesia yang modern dan berwibawa di mata dunia.

Keputusan pembangunan ini berkaitan erat dengan posisi Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games IV tahun 1962.

Baca Juga: Stasiun Tanah Abang Disulap Jadi Lebih Baru dan Modern, Inilah Deretan Perubahannya

Dengan proyek tersebut, Soekarno ingin menunjukkan bahwa Indonesia juga mampu memiliki gedung pencakar langit modern setara negara maju.

Mal Sarinah terletak di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, dan diresmikan pada 17 Agustus 1966. Gedung ini memiliki tinggi sekitar 74 meter dan terdiri atas 15 lantai, menjadikannya salah satu gedung tertinggi di Jakarta pada masanya.

Konsep Ekonomi Sosialis dan Harga Terjangkau

Konsep awal pendirian Mal Sarinah sangat unik. Presiden Soekarno berkeinginan agar mal ini menjadi stabilisator harga demi membantu masyarakat. Oleh sebab itu, barang-barang yang dijual di Mal Sarinah ditetapkan harus memiliki harga terjangkau.

Konsep ini menjadi pengejawantahan gagasan ekonomi sosialis yang kala itu didorong oleh pemerintah, agar pusat perbelanjaan modern juga dapat diakses oleh masyarakat luas, bukan hanya kalangan elit.

Baca Juga: Libur Tahun Baru Islam, 35 Ribu Wisatawan Kunjungi Kota Tua Jakarta

Nama 'Sarinah' sendiri terinspirasi dari sosok pengasuh Soekarno semasa kecil, yang banyak mengajarkan nilai-nilai kesederhanaan dan perhatian kepada kaum kecil.

Hal inilah yang membuat Soekarno memilih nama tersebut sebagai simbol mal yang ramah bagi rakyat.

Transformasi Pasca Soekarno Lengser

Sayangnya, tidak lama setelah Mal Sarinah diresmikan, terjadi pergantian pemerintahan. Soekarno lengser pada 1967 dan digantikan Presiden Soeharto.

Perubahan arah kebijakan ekonomi nasional yang lebih berorientasi pasar membuat Mal Sarinah pun berubah fungsi.

Baca Juga: Segera Dilantik, Pemkot Bekasi Minta Peserta Lulus PPPK Profesional

Dari semula sebagai pusat penjualan barang murah, Mal Sarinah berkembang menjadi mal modern dengan konsep retail yang lebih komersial.

Namun jejak sejarah dan arsitektur khasnya tetap bertahan, menjadi saksi bisu perjalanan bangsa.

Revitalisasi dan Konsep The Window of Indonesia

Setengah abad lebih setelah diresmikan, Mal Sarinah menjalani revitalisasi besar. Wajah lamanya diperbarui menjadi lebih modern namun tetap mempertahankan unsur tradisional, seperti ornamen batik, ukiran kayu, dan kerajinan khas Nusantara.

Revitalisasi ini menghadirkan slogan baru 'The Window of Indonesia' yang mengangkat Mal Sarinah sebagai etalase budaya, produk kreatif lokal, serta kekayaan kerajinan tradisional.

Kini, pengunjung tak hanya sekadar berbelanja, tetapi juga menikmati pengalaman budaya yang kaya. Banyak ruang pamer untuk UMKM, kafe dengan sentuhan interior tradisional, hingga area pertunjukan seni yang rutin menggelar acara budaya.

Nilai Sejarah dan Identitas Nasional

Mal Sarinah bukan hanya bangunan komersial, melainkan juga simbol perjuangan ekonomi bangsa dan tekad pemerintah saat itu untuk menghadirkan modernitas tanpa kehilangan akar tradisi. Kehadirannya menjadi tonggak sejarah lahirnya pusat perbelanjaan modern di Asia Tenggara.

Meski telah mengalami banyak transformasi, Mal Sarinah tetap mempertahankan identitas sebagai mal rakyat dengan ciri khas Indonesia yang kental. Sehingga mal ini menjadi lebih dari sekadar tempat belanja, tetapi juga ruang publik yang mewadahi budaya, kreativitas, dan sejarah bangsa.

Tags:
JakartaThe Window of IndonesiaSejarah Mal SarinahRevitalisasi SarinahMal pertama di Asia TenggaraMal Sarinah

Muhammad Faiz Sultan

Reporter

Muhammad Faiz Sultan

Editor