Mengenang 1000 Hari Tragedi Kanjuruhan: Kronologi, Hasil Pengadilan, dan Sejumlah Kejanggalannya

Sabtu 28 Jun 2025, 12:11 WIB
Sejumlah aktivis dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan menggelar aksi doa bersama dan menyalakan lilin di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), Jakarta, Jum'at, 27 Juni 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Sejumlah aktivis dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan menggelar aksi doa bersama dan menyalakan lilin di depan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), Jakarta, Jum'at, 27 Juni 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Baca Juga: Alasan Persib Bandung Rekrut Uilliam Barros dan Berguinho, Strategi Bojan Hodak Bangun Tim Kuat

Hasil Investigasi dan Penjelasan Pihak Berwenang

Kapolda Jawa Timur saat itu, Irjen Nico Afinta, menjelaskan bahwa kerusuhan terjadi akibat penumpukan massa melebihi kapasitas stadion, sehingga menyebabkan korban kehabisan oksigen dan terinjak-injak.

Sedangkan Kadinkes Kabupaten Malang, Wiyanto Widodo, menyebut mayoritas korban meninggal karena sesak napas akibat paparan gas air mata dan desakan massa.

Proses Hukum dan Hasil Pengadilan

Setelah penyelidikan, enam orang resmi ditetapkan sebagai tersangka:

  • Abdul Harris – Ketua Panitia Pelaksana Arema FC, divonis 1,5 tahun penjara.
  • Ahmad Hadian Lukita – Direktur PT LIB (Liga Indonesia Baru), belum disidangkan hingga kini.
  • Suko Sutrisno – Security Officer, divonis 1 tahun penjara.
  • Wahyu Setyo Pranoto – Kabag Ops Polres Malang, divonis 2,5 tahun penjara.
  • Hasdarmawan – Brimob Polda Jawa Timur, divonis 1 tahun 6 bulan penjara.
  • Bambang Sidik Achmadi – Kasat Samapta Polres Malang, divonis 2 tahun penjara.

Penetapan ini memicu pro dan kontra. Banyak pihak, termasuk keluarga korban, merasa hukuman tersebut terlalu ringan dan tidak menyentuh aktor penting di balik penembakan gas air mata.

Sejumlah Kejanggalan yang Ditemukan

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkap beberapa kejanggalan selama proses pengungkapan dan peradilan:

  • Hoaks: Pernyataan Kapolda Jawa Timur bahwa penggunaan gas air mata sudah sesuai SOP.
  • Obstruction of justice: Dugaan upaya pihak kepolisian mengganti rekaman CCTV.
  • Rekonstruksi tidak di TKP: Proses rekonstruksi dilakukan di Lapangan Mapolda Jawa Timur, bukan di Stadion Kanjuruhan.
  • Intimidasi: Ancaman kekerasan kepada saksi dan keluarga korban.
  • Persidangan daring: Terdakwa dihadirkan secara virtual, memicu kritik soal transparansi.
  • Konflik kepentingan: Anggota Polri diterima sebagai penasihat hukum terdakwa.
  • Dominasi aparat sebagai saksi: Kesaksian di persidangan sebagian besar berasal dari pihak kepolisian.
  • Hakim dan Jaksa pasif: Dinilai kurang menggali fakta substantif.
  • Pengaburan fakta: Penembakan gas air mata ke arah tribun penonton tidak sepenuhnya diungkap.

Refleksi Keadilan dan Keselamatan Suporter

Tragedi Kanjuruhan menjadi alarm bagi dunia sepak bola nasional dan internasional. FIFA sendiri telah menetapkan larangan penggunaan gas air mata di dalam stadion sejak lama, namun pelanggaran fatal tetap terjadi. Poin penting yang perlu menjadi evaluasi:

  • Standar keamanan stadion wajib diperbaiki.
  • Protokol pengamanan perlu mengutamakan keselamatan suporter, bukan hanya pencegahan kerusuhan.
  • Penegakan hukum harus transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

1000 hari sudah publik sepak bola berkabung atas peristiwa kelam Tragedi Kanjuruhan. Publik tentu berharap kejadian sama tidak akan terulang kembali dan menjadi pengalaman pahit yang memberikan pelajaran besar bagi progres persepakbolaan Indonesia.


Berita Terkait


News Update